BAB I
PENDAHULUAN
A.
Latar
Belakang
Indonesia merupakan
negara agraris yang dimana sebagian besar penduduknya bekerja sebagai petani.
Petani di Indonesia lebih mendalami pertanian dibidang pangan ataupun
perkebunan. Salah satu tanaman pangan di Indonesia adalah Tanaman Padi. Bertani
padi disawah sudah mendarah daging bagi petani di Indonesia. Pada mulanya
pertanian padi di sawah banyak di usahakan dipulau Jawa. Namun, saat ini hampir
diseluruh daerah di Indonesia sudah mulai mengembangkan pertanian padi di
sawah.
Sejak zaman dahulu
hingga saat ini, hampir semua sawah ditanami dengan cara konvensional. Para
petani meneruskan cara budidaya yang dilakukan orangtuanya. Sehingga sistem
penanaman secara turun temurun dari warisan nenek moyang. Namun sebagian besar
para petani disaat ini sudah mulai mengenal pertanian modern yang dimana sistem
budidaya padi menggunakan peralatan modern atau sudah mengggunakan mesin.
Dengan demikian perlu
diketahui cara atau teknik peningkatan produktivitas padi dapat ditempuh melalui
inovasi teknologi, strategi, pendekatan program intensifikasi, penggunaan varietas
unggul baru, pemupukan berimbang dan pengairan yang memadai telah terbukti dapat
meningkatkan produksi gabah/ha.
B.
Perumusan
Masalah
Dengan keadaan realita
dipedesaan dan latar belakang diatas maka dapat diketahui permasalahan yang
sering terjadi dalam bertanam padi yaitu belum ditemukan teknik pengendalian
hama yang tepat, masih banyak masyarakat yang belum menggunakan pupuk berimbang
dan masyarakat tidak begitu memperhatikan bibit yang ditanam, biasanya
masyarakat desa menggunakan binih hasil panennya sendiri tidak membeli bibit
unggul.
C.
Tujuan
Budidaya Padi
1.
Untuk
meningkatkan produktivitas padi yang berkualitas dan padi unggulan
2. Untuk
mengajarkan kepada para petani lain mengenai teknik bertanam padi yang baik dan
benar
D.
Manfaat
Budidaya Padi
1.
Meningkatkan
perekonomian masyarakat petani kecil dengan adanya sistem pertanian padi
disawah secara benar
2.
Mampu
menghasilkan padi yang berkualitas tinggi
3.
Meningkatkan
kesejahteraan masyarakat
BAB II
TINJAUAN
PUSTAKA
A.
Klasifikasi
Tanaman Padi
Kingdom : Plantae (Tumbuhan)
Subkingdom : Tracheobionta (Tumbuhan
Berpembuluh)
Superdivisi : Spermatophyta (Tumbuhan
Berbiji)
Divisi : Magnoliophyta (Tumbuhan
Berbunga)
Kelas : Liliopsida (Monokotil)
Subkelas : Commelinidae
Ordo : Poales
Genus : Oryza
Spesies : Oryza sativa L
B.
Sejarah
Perkembangan Tanaman Padi
Padi termasuk genus
Oryza L yang meliputi lebih kurang 25 spesies, tersebar didaerah tropik dan
daerah sub tropik seperti Asia, Afrika, Amerika dan Australia. Menurut
Chevalier dan Neguier padi berasal dari dua benua Oryza fatua koenig dan Oryza
sativa L berasal dari benua Asia, sedangkan jenis padi lainya yaitu Oryza
stapfii roschev dan Oryza glaberima steund berasal dari Afrika barat. Padi yang
ada sekarang ini merupakan persilangan antara Oryza officinalis dan Oryza
sativa f spontania. Di Indonesia pada mulanya tanaman padi diusahakan didaerah
tanah kering dengan sistim ladang, akhirnya orang berusaha memantapkan hasil
usahanya dengan cara mengairi daerah yang curah hujannya kurang. Tanaman padi
yang dapat tumbuh dengan baik didaerah tropis ialah Indica, sedangkan Japonica
banyak diusakan didaerah sub tropika.
C.
Morfologi
Tanaman Padi
1.
Akar
Berdasarkan literatur
Aak (1992) akar adalah bagian tanaman yang berfungsi menyerap air danzat
makanan dari dalam tanah, kemudian diangkut ke bagian atas tanaman. Akar
tanaman padi dapat
dibedakan atas :
a.
Radikula
Akar yang tumbuh pada
saat benih berkecambah. Pada benih yang sedang berkecambah timbul calon akar
dan batang. Calon akar mengalami pertumbuhan ke arah bawah sehingga terbentuk
akar tunggang, sedangkan calon batang akan tumbuh ke atas sehingga terbentuk
batang dan daun.
b.
Akar
serabut(adventif)
Setelah 5-6 hari
terbentuk akar tunggang, akar serabut akan tumbuh.
c.
Akar
rambut
Merupakan bagian akar
yang keluar dari akar tunggang dan akar serabut. Akar ini merupakan saluran
pada kulit akar yang berada diluar, dan ini penting dalam pengisapan air maupun
zat-zat makanan. Akar rambut biasanya berumur pendek sedangkan bentuk dan
panjangnya sama dengan akar serabut.
d.
Akar
tajuk (crown roots)
Akar yang tumbuh dari
ruas batang terendah. Akar tajuk ini dibedakan lagi berdasarkan letak kedalaman
akar di tanah yaitu akar yang dangkal dan akar yang dalam. Apabila kandungan
udara di dalam tanah rendah,maka akar-akar dangkal mudah berkembang.
Bagian akar yang telah
dewasa (lebih tua) dan telah mengalami perkembangan akan berwarna coklat,
sedangkan akar yangbaru atau bagian akar yangmasih muda berwarna putih.
2.
Batang
Padi termasuk golongan
tumbuhan Graminae dengan batang yang tersusun dari beberapa ruas. Ruas-ruas itu
merupakan bubung kosong. Pada kedua ujung bubung kosong itu bubungnya ditutup
oleh buku. Panjangnya ruas tidak sama. Ruas yang terpendek terdapat pada
pangkal batang. Ruas yang kedua, ruas yang ketiga, dan seterusnya adalah lebih
panjang daripada ruas yang didahuluinya. Pada buku bagian bawah dari ruas
tumbuh daun pelepah yangmembalut ruas sampai buku bagian atas. Tepat pada buku
bagian atas ujung dari daun pelepah memperlihatkan percabangan dimana cabang
yang terpendek menjadi lidah daun (ligula), dan bagian yamg terpanjang dan
terbesar menjadi daun kelopak yang memiliki bagian auricle pada sebelah kiri
dan kanan. Daun kelopak yang terpanjang dan membalut ruas yang paling atas dari
batang disebut daunbendera. Tepat dimana daun pelepah teratas menjadi ligula
dan daun bendera, di situlah timbul ruas yang menjadi bulir padi.Pertumbuhan
batang tanaman padi adalah merumpun, dimana terdapat satu batang tunggal/batang
utama yang mempunyai 6 mata atau sukma, yaitu sukma 1, 3, 5 sebelah kanan dan
sukma 2, 4, 6 sebelah kiri. Dari tiap-tiap sukma ini timbul tunas yang disebut
tunasorde pertama.
3.
Daun
Padi termasuk tanaman
jenis rumput-rumputan mempunyai daun yang berbeda-beda, baik bentuk, susunan,
atau bagian bagiannya. Ciri khas daun padi adalah adanya sisik dan telinga
daun. Hal inilah yang menyebabkan daun padi dapat dibedakan dari jenis rumput
yang lain. Adapun bagian-bagian daun padi adalah :
a.
Helaian
daun
Terletak pada batang
padi dan selalu ada. Bentuknya memanjang seperti pita. Panjang dan lebar
helaian daun tergantung varietas padi yang bersangkutan.
b.
Pelepah
daun (upih)
Merupakan bagian daun
yang menyelubungi batang, pelepah daun ini berfungsi memberi dukungan pada
bagian ruas yang jaringannya lunak, dan hal ini selalu terjadi.
c.
Lidah
daun
Lidah daun terletak
pada perbatasan antara helai daun dan upih. Panjang lidah daun berbeda-beda,
tergantung pada varietas padi. Lidah daun duduknya melekat pada batang. Fungsi
lidah daun adalah mencegah masuknya air hujan diantara batang dan pelepah daun
(upih). Disamping itu lidah daun juga mencegah infeksi penyakit, sebab media
air memudahkan penyebaran penyakit.
Daun yang muncul pada
saat terjadi perkecambahan dinamakan coleoptile. Coleoptilekeluar dari benih
yang disebar dan akan memanjang terus sampai permukaan air. Coleoptile baru
membuka, kemudian diikuti keluarnya daun pertama, daun kedua dan seterusnya
hingga mencapai puncak yang disebut daun bendera, sedangkan daun terpanjang
biasanya pada daun ketiga. Daun bendera merupakan daun yang lebih pendek
daripada daun-daun di bawahnya, namun lebih lebar dari pada daun sebelumnya.
Daun bendera ini terletak di bawah malai padi. Daun padi mula-mula berupa tunas
yang kemudian berkembang menjadi daun. Daun pertama pada batang keluar
bersamaan dengan timbulnya tunas (calon daun) berikutnya. Pertumbuhan daun yang
satu dengan daun berikutnya (daun baru) mempunyai selang waktu 7 hari,dan 7
hari berikutnya akan muncul daun baru lainnya.
4.
Bunga
Sekumpulan bunga padi
(spikelet) yang keluar dari buku paling atas dinamakan malai. Bulir-bulir padi
terletak pada cabang pertama dan cabang kedua, sedangkan sumbu utama malai
adalah ruas buku yang terakhir pada batang. Panjang malai tergantung pada
varietas padi yang ditanam dancara bercocok tanam. Dari sumbu utama pada ruas
bukuyang terakhir inilah biasanya panjang malai (rangkaian bunga) diukur.
Panjang malai dapat dibedakan menjadi 3 ukuran yaitu malai pendek (kurang dari
20 cm), malai sedang (antara 20-30 cm), dan malai panjang (lebih dari 30cm).
Jumlah cabang pada setiap malai berkisar antara 15-20 buah, yang paling rendah
7 buah cabang, dan yang terbanyak dapat mencapai 30 buah cabang. Jumlah cabang
ini akan mempengaruhi besarnya rendemen tanaman padi varietas baru, setiap
malai bisa mencapai100-120 bunga.Bunga padi adalah bunga telanjang artinya
mempunyai perhiasan bunga. Berkelamin dua jenis dengan bakal buah yang diatas.
Jumlah benang sari ada 6 buah, tangkai sarinya pendek dan tipis, kepala sari
besar serta mempunyai dua kandung serbuk. Putik mempunyai dua tangkai putik,
dengan dua buah kepala putik yang berbentuk malai dengan warna pada umumnya
putih atau ungu. (Departemen Pertanian, 1983)Komponen-komponen (bagian) bunga
padi adalah:
a.
Kepala
sari
b.
Tangkai
sari
c.
Belahan
yang besar (Palea)
d.
Belahan
yang kecil (Lemma)
e.
Kepala
putik
f.
Tangkai
bunga
5.
Buah
Buah padi yang
sehari-hari kita sebut biji padi atau butir/gabah, sebenarnya bukan biji
melainkan buah padi yang tertutup oleh lemma dan palea. Buah ini terjadi
setelah selesai penyerbukkan dan pembuahan. Lemma dan palea serta bagian lain
yang membentuk sekam atau kulit gabah.
D.
Bercocok
Tanam Padi di Indonesia
Tumbuhan padi adalah
tumbuhan yang tergolong tanaman air (waterplant). Sebagai tanaman air bukanlah
berarti bahwa tanaman padi itu hanya bisa tumbuh diatas tanah yang
terus-menerus digenangi air, baik penggenangan itu terjadi secara alamiah
sebagai mana yang terjadi pada tanah
rawa-rawa, maupun penggenangan itu disengaja sebagai mana yang terjadi pada
tanah-tanah sawah. Dengan megahnya juga tanaman padi dapat tumbuh di tanah
dataran atau tanah kering, asalkan curah hujan mencukupi kebutuhan tanaman akan
air.
1.
Padi
Sawah dan Padi Ladang
Sejalan dengan keadaan
atau kondisi tanah dimana padi itu dipertanamkan , menanam padi ditanah yang
sengaja digenangi air, yaitu tanah sawah, usaha penanaman padi itu disebut
menyawah. Sementara penanaman padi ditanah kering atau tanah darat disebut
berladang. Varietas padi yang dipergunakan untuk tanah yang digenangi air
disebut varietas padi sawah, sementara varietas yang dipergunakan untuk tanah
darat atau kering disebut varietas padi ladang. Di tanam bacaan berbahasa
asing, varietas padi sawah dan varietas padi ladang, senantiasa disebutkan
masing-masing sebagai Lowland Varieties dan Upland Vareties. Perbedaan botani
dan morfolog serta biologi antara varietas padi swah dan varietas padi ladang
tidak ada. Satu-satunya perbedaan yang terdapat pada kenyataannya adalah padi
sawah lebih serasi dan lestari untuk dipertanamkan disawah, sementara padi
ladang adalah lebih serasi dan lebih lestari untuk dibudidayakan di tanah darat
atau kering. Namun menjadi sebuah
catatan bahwa budidaya padi di sawah itu hasilnya lebih tinggidibandingkan
budidaya padi di ladang.
Dimana-mana padi sawah
adalah nama yang universal untuk seluruh tanah air, demikian halnya dengan nama
penanaman padi ditanah darat atau kering.
Di pulau Jawa padi ditanam ditanah kering atau datar disebut Padi Gogo,
sementara pada kepulauan lain seperti halnya di Sumatera disebut Padi Huma atau
Padi Ladang.
2.
Padi
Gogo
Jika musim untuk
menanam padi di tanah darat atau kering telah tiba dan biasanya musim yang
tepat diketahui oleh petani dari pengalamannya, maka petani yang bersangkutan
mengolah tanah tegalannya.
Pengolahan tanah
dilakukan dengan cara membajak atau mencangkul. Cara membajak atau mencangkul
dilakukan sedemikian rupa sehingga tanahnya terbalik, yaitu tanah yang semula
berada dibagian bawah menjadi di bagian atas. Pembajakkan atau pencangkulan
tersebut disebut pengolahan pertama dan dimaksudkan untuk mematikan dan
membusukkan rerumputan yang semula terdapat dibagian atas dari tanah, tetapi
setelah pengolahan tanah terbenam ke bagian bawah. Seterusnya membawa tanah
bagian bawah ke bagian bawah. Seterusnya
membawa tanah bagian bawah kebagian atas bertujuan untuk menganginkan tanah dan
memberikan kesempatan kepada tanah untuk melepaskan racun-racun yang sangat
mungkin terbentuk dalam tanah. Keadaan yang demikian ini biasanya berlangsung
selama dua minggu. Dalam jangka waktu dua minggu itu rerumputan yang terbenam
dianggap sudah membusuk atau melapuk, sementara racun-racun yang mungkin ada
dalam tanah telah memperoleh waktu yang cukup lama untuk menguap ke udara dan
meninggalkan lapangan. Pengolahan tanah yang kedua, yang merupakan penyisiran
tanah, dilakukan 2 minggu kemudian. Pada waktu penggolahan tanah ynag kedua ini
diusahakanlah tanah yang semula merupakan gumpalan-gumpalan besar, pecah dan
remukkan sekecil-kecilnya. Bagian atas dari tanah diusahakan sedemikian rupa
sehingga menjadi sedatar mungkin.
Pengolahan tanah yang
ketiga, dilakukan juga 2 minggu sesudah pengolahan yang kedua. Pengolahan yang
ketiga itu terdiri dari membajak atau mencangkul tanah yang sudah diremukkan
dan diratakan pada pengolahan atau penyisiran pertama. Pengolahan tanah
jelasnya jika pembajakkan dilakukan dari arah timur kebarat, maka pembajakkan
yang kedua dilakukan dari arah selatan keutara atau sebaliknya. Pembajakkan
yang kedua segera diikuti oleh penyisiran tanah dan merupakan pengolahan tanah
yang terakhir. Keadaan lahan diusahakan lebih tinggi daripada pinggiran lahan,
dengan demikian dimaksudkan apabila ada hujan turun secara berlebihan air hujan
itu segera mengalir dari tengah-tengah lahan ke pinggirannya.
Para petani jawa yang
telah bisa membudidayakan tanaman padi ditanah tegalan setiap musim telah
menyadari akan bahaya erosi dan oleh karenanya dengan sendirinya berusaha untuk
mempertahankan kesuburan tanah tegalannya dengan membuat parit-parit penampung
erosi ataupun dimana tanah tegalannya agak terjal atau miring dengan jalan
membuat teraseering menurut contohnya lapangan dengan maksud untuk
menghindarkan lajunya air meninggalkan lahan.
3.
Padi
Huma atau Padi Ladang
Pelaksanaan budidaya
padi huma dan padi ladang. Untuk menanam padi huma atau padi ladang biasanya
pengusahaannya seperti telah diuraikan terlebih dahulu, hanya memilih sebidang
tanah yang ditumbuhi oleh belukar atau hutan yang lebat. Tanah yang demikian
oleh karena bertahun-tahun berada dibawah naungan belukar atau hutan lebat yang
banyak mengandung humus dan memiliki kandungan zat atau unsur hara yang relatif
banyak. Pada tanah bekas belukar atau bekas hutan lebat tidak pelu dilakukan
pengolahan tanah. Yang perlu dikerjakan petani adalah membersihkan lahan dari
pohon-pohon dan dahan-dahan yang ditebang atau ditumbangkan. Dahan-dahan dan
pohon-pohon ditumpukan disalah satu sudut dari lapangan untuk dibakar kemudian
jika dahan-dahannya telah kering. Dilindungi oleh belukar atau pohon-pohon
hutan pada tanah-tanah huma tau ladang tersebut tidak banyak kesempatan untuk
rerumputan hidup dan tumbuh dengan subur dipermukaan tanah. Ditambah dengan
keadaan bunga tanah yang kersal = tidak padat, tidak perlu menggadakan
pengolahan tanah. Namun yang perlu diperhatikan dan dilakukan adalah pmbersihan
lahan dari dahan-dahan, tangkai-tangkai pohon pepohonan yang berceceran
dimana-mana. Tata cara penanaman padi gogo adalah dengan menggunakan batang
alat penungal, petani membuat lubang-lubang di lahan. Didalam lubang dimasukkan
5-7 benih. Jaraknya antara dua lubang bertanam pada umumnya adalah 25-30 cm.
Setelah benih ditungalkan dalam tiap-tiap lubang kemudian ditutup kembali
dengan maksud agar benih yang ditungalkan dalam tiap-tiap lubang tidak diganggu
oleh burung atau binatang-binatang kecil lainnya, sehingga pertumbuhannya bisa
maksimal.
E.
Jenis-jenis
Padi
1.
Padi
Gogo
Di beberapa daerah
tadah hujan orang mengembangkan padi gogo, suatu tipe padi lahan kering yang
relatif toleran tanpa penggenangan seperti di sawah. Di Lombok dikembangkan
sistem padi gogo rancah, yang memberikan penggenangan dalam selang waktu
tertentu sehingga hasil padi meningkat.
2.
Padi
rawa
Padi rawa atau padi
pasang surut tumbuh liar atau dibudidayakan di daerah rawa-rawa. Selain di
Kalimantan, padi tipe ini ditemukan di lembah Sungai Gangga. Padi rawa mampu
membentuk batang yang panjang sehingga dapat mengikuti perubahan kedalaman air
yang ekstrem musiman.
3.
Padi
Pera
Padi pera adalah padi
dengan kadar amilosa pada pati lebih dari 20% pada berasnya. Butiran nasinya
jika ditanak tidak saling melekat. Lawan dari padi pera adalah padi pulen.
Sebagian besar orang Indonesia menyukai nasi jenis ini dan berbagai jenis beras
yang dijual di pasar Indonesia tergolong padi pulen.
4.
Padi Ketan
Ketan (sticky rice),
baik yang putih maupun merah/hitam, sudah dikenal sejak dulu. Padi ketan
memiliki kadar amilosa di bawah 1% pada pati berasnya.
5.
Padi
Wangi
Padi wangi atau harum (aromatic
rice) dikembangkan orang di beberapa tempat di Asia, yang terkenal adalah ras
Cianjur Pandanwangi (sekarang telah menjadi kultivar unggul) dan rajalele.
Kedua kultivar ini adalah varietas javanica yang berumur panjang.
BAB III
TEKNIK BUDIDAYA
A.
Syarat
Tumbuh Tanaman Padi
Tanaman padi dapat
hidup baik didaerah yang berhawa panas dan banyak mengandung uap air. Curah
hujan yang baik rata-rata 200 mm per bulan atau lebih, dengan distribusi selama
4 bulan, curah hujan yang dikehendaki per tahun sekitar 1500-2000 mm. Suhu yang
baik untuk pertumbuhan tanaman padi 23 °C. Tinggi tempat yang cocok untuk
tanaman padi berkisar antara 0-1500 m dpl. Tanah yang baik untuk pertumbuhan
tanaman padi adalah tanah sawah yang kandungan fraksi pasir, debu dan lempung
dalam perbandingan tertentu dengan diperlukan air dalam jurnlah yang cukup.
Padi dapat tumbuh dengan baik pada tanah yang ketebalan lapisan atasnya antara
18-22 cm dengan pH antara 4-7.
B.
Budidaya
Tanaman Padi
1.
Pembenihan
Pembenihan merupakan
salah satu tahap dalam budidaya padi karena umumnya ditanam dengan menggunakan
benih yang sudah disemaikan terlebih dahulu ditempat lain. Dalam pembenihan ada
beberapa yang perlu diperhatikan dan
dilakukan yaitu :
a.
Seleksi
Benih
Benih bermutu merupakan
syarat untuk mendapatkan hasil panen yang maksimal. Bila pemilihan benih tidak
baik, hasilnya tidak akan baik walaupun perawatan seperti pemberian pupuk dan
pemberantasan hama penyakit sudah dilakukan dengan benar. Semua usaha perawatan
tidak akan membuahkan hasil yang memuaskan bila yang ditanam adalah benih
jelek. Untuk itulah, seleksi benih harus dilakukan dengan cermat dan
sebaik-baiknya.
Umumnya benih dikatakan
bermutu bila jenisnya murni, bernas, kering, sehat, bebas dari penyakit dan
bebas dari campuran biji rerumputan yang dikenhadaki. Benih yang baik pun harus
tinggi daya kecambahnya, paling tidak harusmencapai 90%. Benih dengan kriteria
tersebut biasanya mampu menghasilkan tanaman yang sehat, kekar, kokoh dan
pertumbuhan seragam.
b.
Kebutuhan
Benih
Salah satu kebutuhan
yang umum dilakukan petani Indonesia, tetapi sudah dianggap biasa adalah
penggunaan benih yang berlebihan. Petani biasanya menyediakan benih sampai
sekitar 45 kg untuk setiap hektar tanah yang akan ditanami.
Perhitungan sederhana
berikut membuktikan bahwa jumlah benih tersebut jauh diatas kebutuhan
sebenarnya. Dengan asumsi jarak tanam rata-rata 25 x 25 cm maka setiap hektar
sawah dapat memuat 160.000 rumpun bibit padi. Bila setiap rumpun rata-rata 4
bibit padi maka jumlah butir gabah yang diperlukan sebanyak 640.000. Berat
gabah bernas sebanyak itu hanya sekitar 20-25 kg saja. Dengan asumsi daya
tumbuh 90% maka jumlah bibit yang dibutuhkan maksimal hanya 30 kg.
Sehingga dapat dihitung
apabila kita melakukan usaha budidaya dengan menggunakan tanah seluas 2000 m2,
dengan menggunakan jarak tanam rata-rata 25 x 25 cm maka setiap 2000m2 dapat
memuat 32.000 rumpun bibit padi. Apabila dalam setiap rumpun rata-rata 4 bibit
padi maka jumlah butir gabah yang diperlukan sebanyak 128.000 rumpun bibit
padi. Berat gabah bernas sebanyak itu hanya sekitar 4-5 kg. Dengan asumsi daya
tumbuh 90% maka jumlah bibit yang dibutuhkan maksimal hanya 6 kg.
Berlebihnya penyediaan benih
padi juga berpengaruh terhadap mutu bibit padi yang dihasilkan. Oleh karena
terlalu banyak maka saat ditebar diatas persemaian, benih-benih tersebut akan
tersebar sangat berdekatan atau bahkan berimpitan satu dengan lainnya.
Akibatnya, bibit akan tumbuh saling berjejal sehingga sinar matahari tidak
dapat menembus kesela-selanya. Kondisi ini dapat menjadikan bibit tumbuh
memanjang dan lemah sehingga saat dipindahkan ke lahan ada banyak yang mati.
Untuk memperoleh bibit
yang sehat dan kokoh, jumlah ideal benih yang disebarkan sekitar 50-60 g/m2.
Dengan jumlah tersebut benih akan tersebar dalam jarak yang cukup untuk
memberikan keleluasaan bagi bibit tumbuh sehat dan kokoh. Dalam perhitungan
lebih lanjut, perbandingan luas tanah untuk pembenihan dengan lahan tanam
adalah 3 : 100. Artinya, bila sawah seluas 1 hektar maka bagian sawah sebagai
tempat pembenihan cukup sekitar 35 m2, sehingga apabila kita melakukan budidaya
padi seluas 2000m2 maka tempat untuk pembenihan cukup sekitar 7 m2.
c.
Penyiapan
Tempat Pembenihan
Menyiapkan tempat
pembenihan pada prinsipnya sama dengan menyiapkan lahan penanaman. Bagian sawah
yang akan digunakan untuk pembenihan dicangkul merata sedalam kira-kira 30 cm.
Selanjutnya tanah dihaluskan dengan cara pencangkulan ulang menjadi
bagian-bagian yang lebih kecildan selanjutnya diinjak-injak sampai lumer.
Bersamaan dengan penghalusan ini, lahan sawah dapat ditambahkan pupuk kandang
yang sudah matang sebanyak 40 kg untuk setiap 35 m2 dengan cara ditebar merata,
sehingga apabila tanah seluas 7 m2 maka pupuk kandang matang yang digunakan
sebanyak 8 kg. Selanjutnya pupuk kandang tersebut dinjak-injak sehingga menyatu
dengan tanah. Bila tanah tidak subur (dapat ditingkatkan kesuburannya), jumlah
pupuk kandang yang diberikan dapat ditingkatkan menjadi 100 kg per 35 m2.
Sehingga apabila tempat penyemaiannya seluas 7 m2 maka pupuk kandang matang
bisa ditingkatkan menjadi 20 kg. Cara pemberiannya sama dengan pada tanah yang
subur.
Pada keempat sisi dan
tengah tempat pembibitan, harus dibuatkan parit sebagai tempat untuk
mengeluarkan air yang berlebihan. Parit sangat dibutuhkan karena air yang menggenang
cukup tinggi dipersemaian akan berakibat turunnya mutu bibit yang dihasilkan.
Salah satu akibatnya adalah pertumbuhan perakaran bibit tidak sempurna karena
suhu di dalam tanah terlalu rendah. Penyiapan tempat untuk pembibitan ini
dilakukan kira-kira seminggu sebelum benih disebarkan.
d.
Mengecambahkan
Benih
Benih yang sudah
terseleksi selanjutnya dikecambahkan dahulu sebelum disebar dipersemaian.
Caranya, benih direndam dalam air bersih selama sekitar dua hari sehingga
menyerap air. Air pada benih ini akan digunakan dalam proses perkecambahannya.
Bersamaan dengan
perendaman benih, dapat sekaligus dilakukan pemilahan. Benih yang hampa akan
mengapung di permukaan air, sedangkan benih bernas akan tenggelam. Hanya benih
bernas saja yang dipilih untuk dikecambahkan. Sementara beni yang mengapung
tidak dipilih.
Setelah diredam selama
dua hari, benih diangkat dan diperam sekitar dua hari agar berkecambah.
Pemeraman dilakukan dengan cara dihamparkan diatas lantai dan kemudian ditutup
karung goni basah. Selain menggunakan cara ini, pemeraman dapat dilakukan
dengan cara benih dimasukkan dalam karung plastik dan ditutup rapat. Benih yang
baik biasanya sudah mulai berkecambah hanya dalam waktu sehari.
e.
Menyebarkan
Benih
Benih yang sudah
berkecambah disebarkan secara hati-hati kepermukaan tanah persemaian. Usahakan
benih tersebar merata dan tidak tumpang tindih. Benih tidak perlu harus
terbenam kedalam tanah. Biasanya benih yang terpendam dalam tanah justru dapat
terinfeksi patogen penyebab busuk kecambah.
f.
Pemeliharaan
Persemaian
1)
Pengairan
Pada pesemaian
basah, begitu biji ditaburkan terus digenangi air selama 24 jam, baru
dikeringkan. Genangan air dimaksudkan agar biji yang disebar tidak
berkelompok-kelompok sehingga dapat merata. Adapun pengeringan setelah
penggenangan selama 24 jam itu dimaksudkan agar biji tidak membusuk dan
mempercepat pertumbuhaan.
Pada pesemaian
kering, pengairan dilakukan dengan air rembesan. Air dimasukan dalam selokan
antara bedengan-bedengan, sehingga bedengan akan terus-menerus mendapatkan air
dan benih akan tumbuh tanpa mengalami kekeringan. Apabila benih sudah cukup
besar, penggenangan dilakukan dengan melihat keadaan. Pada bedengan pesemaian
bila banyak ditumbuhi rumput, perlu digenagi aiar. Apabila pada pesemaian tidak
ditumbuhi rumput, maka penggenangan air hanya kalau memerlukan saja.
2)
Pengobatan
Untuk menjaga
kemungkinan serangan penyakit, pesemaian perlu disemprot dengan Insektisida 2
kali, yaitu 10 hari setelah penaburan dan sesudah pesemaian berumur 17 hari.
2.
Penyiapan
Lahan
Penyiapan lahan pada
dasarya adalah pengolahan tanah sawah hingga siap untuk ditanami. Prinsip
pengolahan tanah adalah pemecahan bongkahan-bongkahan tanah sawah sedemikian
rupa hingga menjadi lumpur lunak dan sangat halus. Selain kehalusan tanah,
ketersedaian air yang cukup harus diperhatikan. Bila air dalam areal penanaman
cukup banyak maka akan makin banyak unsur hara dalam koloid yang dapat larut.
Keadaan ini akan berakibat makin banyak unsur hara yang dapat diserap akar
tanaman.
Butiran tanah yang
lunak dan halus ini lazim disebut koloid. Di dalam koloid ini terikat
bermacam-macam unsur hara yang terpenting bagi tanaman seperti nitrogen (N),
fosfor (P), kalium (K), sulfur (S), magnesium (Mg), besi (Fe) dan kalsium (Ca).
Oleh karena itu, bila pengolahan tanah sawah makin sempurna maka makin halus
tanah tersebut sehingga jumlah koloid tanah semakin banyak. Akibatnya unsur
hara terikat akan semakin banyak sehingga tanah akan semakin subur.
Langkah awal pengolahan
tanah sawah adalah memperbaiki pematang sawah. Perbaikan pematang sawah
dilakukan dengan cara ditinggikan dan lubang-lubang ditutup kembali. Adanya
lubang memungkinkan air dapat keluar dari lahan. Padahal, lahan penanaman ini
harus digenangi air selama seminggu sebelum pengolahan tanah selanjutnya.
Setelah direndam
selama seminggu, biasanya tanah sudah
lunak dan pembajakkan dapat segera dapat dilakukan. Pembajakkan sawah dapat
dilakukan dengan menggunakan traktor atau cara tradisional dengan menggunakan
tenaga hewan ( biasanya memanfaatkan kerbau). Kedua cara tersebut dapat dipilih
asalkan tujuannya dapat dicapai yaitu membalikkan tanah. Selain untuk
pembalikkan tanah, pembajakkan pun bermanfaat memberantas gulma. Dengan
pembajakkan, tanaman penganggu dan biji-biji padi akan terbenam dan terurai.
Dari dua pilihan cara
pembajakkan sawah, menurut berbagai pengalaman para petani, cara membajak
tradisional akan memberikan hasil yang lebih baik. Mugkin hal ini terjadi
karena mata bajak tradisional akan lebih dalam masuk ke dalam tanah sehingga
pengolahan tanah menjadi lebih sempurna. Tingkat kedalaman pengolahan tanah ada
keterkaitannya dengan produktivitas. Pada kedalaman tertentu produksi akan
maksimal seperti yang ada pada tabel dibawah ini :
Tabel 1 :
Pengaruh Kedalaman Pengolahan Tanah Terhadap Hasil Panen
Kedalaman pengolahan tanah (cm)
|
Hasil panen (gram/rumpun)
|
8
|
12,4
|
12
|
18,2
|
16
|
20,8
|
20
|
23,2
|
24
|
26,4
|
28
|
27,9
|
32
|
27,5
|
Dari tabel diatas dapat dilihat bahwa makin
banyak dalam melakukan pengolahan tanah maka makin bagus produktivitas padi
yang ditanam. Namun demikian, pada kedalaman 32 cm hasilnya justru menurun. Hal
ini menunjukkan bahwa lapisan bunga tanah (top soil) yang merupakan lapisan
tanah subur memang terbatas. Pengolahan tanah terbaik adalah pada kedalaman
sekitar 30 cm.
Setelah dibajak tanah
dibiarkan selama seminggu dalam keadaan tergenang air. Pengenangan air ini
dilakukan agar proses pelunakan tanah berlangsung sempurna. Seminggu kemudian
tanah dapat dibajak kembali agar bongkahan tanah menjadi makin kecil.
Pembajakkan kedua inipun dapat diganti dengan pencangkulan. Prinsip pembajakkan
kedua ini adalah agar bongkahan tanah menjadi makin kecil.
Pada pembajakkan yang
kedua ini pemberian pupuk dasar dapat dilakukan. Pupuk dasar yang digunakan
adalah pupuk kandang matang sebanyak 5 ton/hektar lahan sawah. Sehingga apabila
dalam budidaya padi menggunakan lahan sawah seluas 2000 m2 maka pupuk kandang
matang yang digunakan adalah sebanyak 1 ton. Pemberian pupuk kandang ini
dilakuakn dengan cara ditebarkan merata keseluruh permukaan lahan, lalu
dibiarkan selama 4 hari. Empat hari kemudian di bajak agar menyatu dengan pupuk
kandang.
Lahan yang sudah
dibajak kedua kalinya dibiarkan tergenang kembali selama empat hari. Empat hari
kemudian, lahan digaru dengan cara tradisional (garu yang ditarik dengan
kerbau) atau menggunakan cara modern (dengan menggunakan traktor). Penggaruan
tanah bertujuan agar tanah menjadi rata dan rerumputan yang masih tertinggal
dapat terbenam ke dalam tanah. Setelah itu, kembali lahan dibiarkan tergenang
selama 4 hari.
Empat hari setelah
digaru, tanah sudah menjadi lumpur halus dan pupuk kandang sudah menyatu
sempurna dengan tanah. Pada saat ini penanaman bibit dapat dilakukan. Setelah
lahan benar-benar dalam kondisi siap tanam, ditengahnya dibuat alur memanjang
sepanjang lahan dengan lebar sekitar 50 cm sebagai saluran keluar masuknya air.
3.
Penanaman
Bila lahan sudah siap
ditanami dan bibit di persemaian sudah memenuhi syarat maka penanaman dapat
segera dilakukan. Syarat bibit yang baik untuk dipindahkan ke lahan penanaman
adalah tinggi sekitar 25 cm, memiliki 5-6 helai daun, batang bawah besar dan
keras, bebas dari hama penyakit, serta jenisnya seragam.
Umur bibit berpengaruh
terhadap produktivitas. Varietas genjah (100-115 hari), umur bibit terbaik
untuk dipindahkan adalah 18-21 hari. Varietas sedang sekitar 130 hari, umur
bibit terbaik untuk dipindahkan adalah 21-25 hari. Sementara varietas dalam
(sekitar 150 hari), umur bibit terbaik untuk dipindahkan adalah 30-45 hari.
Jarak tanam dilahan pun
mempengaruhi tinggi rendahnya produktivitas padi. Penentuan jarak tanam sendiri
dipengaruhi oleh dua faktor, yaitu sifat varietas dan kesuburan tanah. Bila
varietasnya memiliki sifat merumpun tinggi maka jarak tanamnya harus lebih
lebar dari padi yang memiliki sifat merumpun tinggi maka jarak tanamnya harus
lebih lebar dari padi yang memiliki sifat merumpun rendah. Sementara bila tanah
sawah lebih subur, jarak tanam harus lebih lebar dibandingkan dengan tanah yang
kurang subur. Jarak tanam yang paling banyak digunakan oleh petani di Indonesia
adalah 25 x 25 cm dan 30 x 30 cm.
Jumlah bibit yang
dimasukkan kedalam setiap “dapur” atau rumpun adalah 3-4, tergantung kondisi
bibit dan sifat varietas. Bila kondisi bibitnya kokoh dan sehat serta
varietasnya berumpun banyak maka setiap rumpun cukup ditanam sebanyak tiga
bibit saja. Namun, bila keadaan bibitnya kurang kokoh dan varietasnya merumpun
sedikit maka setiap rumpunnya sebanyak empat bibit.
Umumnya sebagian besar
petani di Indonesia kurang memperhatikan kedalaman bibit saat dibenamkan ke
lahan. Kedalaman yang sering digunakan hanya didasarkan pada pengalaman selama
bertahun-tahun menjadi petani. Di banyak tempat sering terjadi bibit dibenamkan
terlalu dalam, terlebih pada tanah yang melumpur lunak sempurna. Padahal bibit
yang terlalu dalam dibenamkan akan berakibat pada berkurangnya jumlah anakan
tanaman. Ini terjadi karena semakin dalam pembenamannya maka akan semakin
kurang suhu tanahnya sehingga mata tunas yang ada di bagian bawah bibit tidak
akan memperoleh rangsangan untuk membentuk anakan. Pada tabel 2 dibawah ini
akan ditunjukkan pengaruh kedalaman pembenaman bibit terhadap hasil panen.
Tabel 2 :
Pengaruh Kedalaman Penanaman Bibit Terhadap Produktivitas
Kedalaman
|
Jumlah Bulir/Rumpun
|
Hasil Gabah/1,5m2
|
2,5 cm
|
9,7
|
1,08 kg
|
5,0 cm
|
9
|
1,10 kg
|
7,5 cm
|
8,7
|
0,98kg
|
Dari tabel diatas dapat
diketahui bahwa produktivitas tertinggi di capai pada pembudidayaan padi dengan
bibit yang ditanam sedalam 5 cm. Oleh karena dalam praktek sulit menentukan
kedalaman bibit 5 cm maka sebagai patokan adalah bibit yang sudah terbenam
sekitar dua buku jari tangan.
4.
Pemeliharaan
Tanaman
Dalam melakukan
budidaya padi maka ada beberapa hal yang perlu diperhatikan dan dilakukan yaitu
:
a.
Penyulaman
Meskipun bibit berasal
dari benih terseleksi dan ditanam dengan cara yang benar, akan tetapi ada
beberapa diantaranya yang kemungkinan tidak tumbuh. Oleh karena itu, bibit yang
tidak tumbuh, rusak dan mati harus segera diganti dengan menggunakan bibit yang
baru (harus disulam). Penyulaman sebaiknya dilakukan maksimal dua minggu
setelah tanam. Bila lebih lama, masaknya padi akan tidak serentak.
b.
Pengolahan
tanah ringan
Sekitar 20 hari setelah
tanam, biasanya petani melakukan pengolahan tanah ringan. Alat untuk pengolahan
tanah ringan disebut sorok, yaitu semacam garpu kayu bergigi paku yang sudah
ditumpulkan selebar kira-kira 15 cm dan bertangkai. Ujung sorok diarahkan ke
tanah disekitar tanaman dan ujung lainnya dipegang petani. Dengan gerakkan maju
mundur sambil sedikit ditekan, tanah disela tanaman akan menjadi gembur oleh
ujung sorok.
Tujuan pengolahan tanah
ringan adalah agar terjadi pertukaran udara, yaitu oksigen masuk ke dalam tanah
dan gas-gas yang terbentuk dalam keadaan anaerobik di dalam tanah yang dapat
menguap. Gas-gas anaerobik tersebut dapat menjadi racun bagi tanaman. Oleh
karena itu, air harus dikeluarkan dari lahan saat pengolahan tanah ringan ini
dapat tercapai. Ini disebabkan air yang menggenangi lahan dapat menghalangi
proses pertukaran gas.
Pengolahan tanah ringan
biasanya dilakukan sekitar seminggu sebelum penyiangan pertama. Antara
pengolahan tanah ringan dan penyiangan pertama harus diberi jarak waktu sekitar
seminggu sebelum penyiangan pertama. Antara pengolahan tanah ringan dan
penyiangan pertama harus diberi jarak waktu sekitar seminggu. Ini disebabkan
biasanya sesudah pengolahan tanah ringan tanaman menjadi sedikit stres karena
beberapa akarnya terputus oleh gerakan ujung sorok.
c.
Penyiangan
Lahan yang diolah
sempurna memang tampak sesudah bersih dari berbagai macam benih tanaman
penganggu atau gulma. Namun, kenyataannya masih saja tumbuh tanaman liar atau tanaman
penganggu seiring dengan tumbuhnya tanaman padi. Tanaman liar tersebut bersaing
dengan tanaman padi dalam memperoleh zat hara dari dalam tanah. Oleh karena
itu, penyiangan sangat diperlukan agar tanaman padi dapat tumbuh sempurna
sehingga produktivitasnya menjadi tinggi.
1.
Jenis
gulma atau tanaman penganggu
Gulma yang sering
menganggu pertanaman padi umumnya berupa jenis rerumputan yang bijinya dapat
disebarkan oleh angin. Oleh karena itu, penyebaran rerumputan, gulma pada
tanaman padi pun dapat berupa tanaman lain seperti enceng gondok. Adapun
beberapa jenis gulma pada tanaman padi adalah sebagai berikut :
a.
Jajagoan
Jajagoan (Echinochloa
crus-galli) merupakan sejenis rumput dengan berbatang bulat dan sering dijumpai
pada pertanaman padi yang ditanam di lahan basah. Rumput ini mampu menghasilkan
biji dengan pertumbuhan sangat baik, terutama bila tanah banyak mengandung
unsur nitrogen (N). Saat ini masih muda, rumput ini serupa dengan tanaman padi
sehingga sangat sulit untuk membedakannya. Pada pertanaman padi dibawah umur 60
hari, jajagoan menjadi gulma yang sangat serius.
b.
Sunduk
Gangsir
Sunduk gangsir
(Digitaria ciliaris) ini pun merupakan sejenis rumput berbatang bulat dan
sering dijumpai pada pertanaman padi
lahan agak kering. Rumput ini mampu bertahan hidup dalam kondisi agak ekstrim.
Bila sejenis rumput lainnya mati karena suhu sangat panas rumput ini masih
tetap bertahan hidup.
c.
Teki
Rumput teki (Cyperus
rotundus) berbatang segi tiga dan berumbi. Walaupun teki menghasilkan biji,
tetapi perbanyakkannya hanya menggunakan batang bawah umbi. Rumput ini mampu tumbuh
dan berkembang dalam berbagai kondisi tanah dan lingkungan. Selain itu, umbinya
mampu bertahan hidup walaupun areal sawahnya tergenang atau kekeringan
dalamwaktu lama. Oleh karena itu, teki menjadi gulma serius dan sangat
kompetitif pada pertanaman padi.
d.
Enceng
Gondok
Enceng ini berdaun
lebar dan bersifat annual. Gulma ini sering dijumpai pada pertanaman padi
sawah. Perbanyakkannya dengan menggunakan biji dan hidupnya pada berbagai
tempat basah atau genangan air.
2.
Cara
penyiangan
Dalam pertanian
konvensional, gulma biasanya diatasi dengan penggunaan herbisida kimia.
Herbisida kini disemprotkan sebelum tanam sehingga saat tanaman padi tumbuh,
lahan sawahnya sedah terbebas dari berbagai jenis tanaman penganggu. Namun,
herbisida sintesis atau kimia maka penyiangannya merupakan satu-satunya cara
mengatasi gulma.
Penyiangan dilakukan
dengan cara pencabutan gulma. Gulma yang sudah dicabut dapat dibuang ke luar
areal sawah atau dipendam dalam lumpur sawah sedalam-dalamnya. Dalam satu musim
tanam, dilakukan tiga kali penyiangan. Penyiangan pertama dilakukan ketika
berumur sekitar empat minggu, kedua umur 35 hari, dan ketiga umur 55 hari. Pada
penyiangan kedua dan ketiga, pengolahan tanah ringan tidak perlu lagi
dilakukan.
d.
Pemasukkan
dan pengeluaran air
Meskipun secara umum
air yang tergenang dibutuhkan padi sawah namun ada saatnya sawah harus
dikeringkan agar pertumbuhan dan produktivitas tanaman menjadi baik. Itulah
sebabnya pemasukkan dan penegeluaran air harus dilakukan.
1.
Penggenangan
Sawah
a.
Awal
pertumbuhan
Setelah bibit
padi ditanam, petakan sawah harus digenangi air setinggi 2-5 cm dari permukaan
tanah. Penggenangan air ini dilakukan selama 15 hari atau saat tanaman mulai
membentuk anakan. Air harus dipertahankan pada ketinggian tersebut. Tujuannya
agar struktur tanah yang sudah diperoleh saat pengolahan tanah dapat
dipertahankan. Penggenangan air ini juga dapat menghambat pertumbuhan gulma
karena gulma akan sulit tumbuh pada air yang dangkal. Dalam hal ini permukaan
tanah yang tidak rata, harus sudah diantisipasi sejak pengolahan tanah yaitu
saat penggaruan.
b.
Pembentukkan
anakan
Pada fase
pembentukan anakan, ketinggian air perlu ditingkatkan dan dipertahankan antara
3-5 cm sehingga tanaman terlihat bunting. Bila ketinggian air lebih dari 5 cm,
pembentukkan anakan atau tunas akan terhambat. Sebaliknya, bila ketinggian
airnya kurang dari 3 cm, gulma akan mudah tumbuh.
c.
Masa
bunting
Pada masa
bunting, air sangat dibutuhkan dalam jumlah cukup banyak. Oleh karena itu,
ketinggian genangan airnya pun harus cukup tinggi, yaitu sekitar 10 cm.
Kekurangan air pada fase ini harus dihindari karena dapat berakibat matinya
primordia. Kalaupun primordia tidak mati, bakal butir gabah akan kekurangan
makanan sehingga banyak terbentuk butir
gabah yang hampa.
d.
Pembungaan
Selama fase
pembungaan, ketinggian air dipertahankan antara 5-10 cm. Kebutahan air pada
fase ini cukup banyak. Namun, bila mulai tampak keluar bunga maka sawah perlu
dikeeringkan selama 4-7 hari. Ini dilakukan agar pembungaan terjadi atau
berlangsung secara serentak. Pada saat bunga muncul serentak, air segera
dimasukkan kembali agar makanan dan air dapat terserap sebanyak-banyaknya oleh
akar tanaman. Ketinggiannya tetap 5-10 cm.
2.
Pengeringan
Sawah
Seperti halnya
penggenangan sawah, pengeringan air pun perlu dilakukan. Pengeringan tidak
dilakukan pada semua fase pertumbuhan tanaman, akan tetapi hanya pada fase
sebelum bunting dan fase pemasakkan biji.
Tujuan utama
pengeringan sawah adalah untuk memperbaiki aerasi tanah, memacu pertumbuhan
anakan, meningkatkan suhu dalam tanah, meningkatkan perombakan bahan organik
oleh jasad renik, mencegah terjadinya busuk akar, serta mengurangi populasi
berbagai hama. Selain itu, untuk fase-fase tertentu, tujuan pengeringannya
berbeda sehingga perlu dilakukan secara tepat pada fase tersebut. Cara
mengeluarkan air adalah dengan membuka saluran pembuangan di pinggir lahan
sehingga air keluar melalui alur yang sudah dibuat di tengah-tengah lahan.
a.
Menjelang
bunting
Pengeringan
lahan menjalang padi bunting bertujuan untuk menghentikan pembentukkan anakan
atau tunas karena pada saat ini tanaman mulai memasuki fase pertumbuhan
generatif. Lama pengerigan lahan sekitar 4-5 hari. Pengeringan ini akan
mengurangi tercairnya zat-zat hara dalam tanah sehingga penyerapan hara oleh
akar untuk pembentukkan anakan akan berkurang. Keadaan seperti ini akan
merangsang pertumbuhan generatif sehingga tanaman akan berbunga serentak.
b.
Pemasakkan
biji
Tujuan
pengeringan sawah pada saat pemasakkan biji adalah untuk menyeragamkan biji dan
mempercepat pemasakkan biji. Oleh karena umur pemasakkan biji padi sangat
bervariasi tergantung varietasnya maka sebagai patokan pengeringan adalah saat
seluruh bulir padi mulai mengguning. Pengeringan jangan dilakukan sebelum semua
bulir tampak menguning karena dapat berakibat malai padi menjadi kosong.
Pengeringan ini dilakukan hingga saat padi dipanen.
e.
Pemupukkan
Ciri utama dalam
melakukan budidaya tanaman padi adalah tidak menggunakan pupuk kimia atau pupuk
buatan pabrik. Seluruh pupuk yang digunakan sepenuhnya berupa pupuk organik,
yang dimulai dari pemupukkan awal atau dasar hingga pemupukan susulan. Pupuk
tesebut dapat berbentuk padat yang diaplikasikan lewat akar maupun cair yang diaplikasikan lewat daun.
1.
Pemupukan
Dasar
Pemupukan berimbang,
yaitu pemberian berbagai unsur hara dalam bentuk pupuk untuk memenuhi
kekurangan hara yang dibutuhkan tanaman berdasarkan tingkat hasil yang ingin
dicapai dan hara yang tersedia dalam tanah. Untuk setiap ton gabah yang
dihasilkan, tanaman padi membutuhkan hara N sekitar 17,5 kg, P sebanyak 3 kg
dan K sebanyak 17 kg. Dengan demikian
jika kita ingin memperoleh hasil gabah tinggi, sudah barang tentu diperlukan
pupuk yang lebih banyak. Namun demikian tingkat hasil yang ditetapkan juga
memperhatikan daya dukung lingkungan setempat dengan melihat produktivitas padi
pada tahun-tahun sebelumnya.
Agar efektif dan
efisien, penggunaan pupuk disesuaikan dengan kebutuhan tanaman dan ketersediaan hara dalam
tanah. Kebutuhan N tanaman dapat
diketahui dengan cara mengukur tingkat kehijauan warna daun padi menggunakan
Bagan Warna Daun (BWD). Nilai pembacaan BWD digunakan untuk
mengoreksi dosis pupuk N yang telah ditetapkan sehingga menjadi lebih tepat
sesuai dengan kondisi tanaman. Pemberian pupuk N awal diberikan pada umur padi
sebelum 14 HST ditentukan berdasarkan tingkat kesuburan tanah. Takaran pupuk dasar N untuk padi varietas
unggul baru sebanyak 50-75 kg urea, sedangkan untuk padi tipe baru dengan
takaran 100 kg urea
2.
Pemupukan
Susulan
Melakukan
pemupukan susulan selama budidaya merupakan salah satu hal yang perlu mendapat
perhatian serius, karena nutrisi tanamanpadi harus tetap tersedia sepanjang
masa untuk menghasilkan produksi optimal. Pupuk susulan dapat diberikan melalui
daun maupun akar tanaman. Pupuk akar diberikan sebanyak 3 kali. Pemupukan
pertama diberikan saat tanaman padi berumur 7 HST sebanyak 150 kg/ha NPK
(15-15-15), dan 50 kg/ha pupuk urea. Pemupukan kedua dilakukan saat tanaman
padi berumur 20 HST, menggunakan urea sebanyak 50 kg/ha, NPK 15-15-15 150
kg/ha. Selanjutnya, pemupukan ketiga dilakukan saat tanaman berumur 35 HST
menggunakan NPK 250 kg/ha. Pupuk daun diberikan melalui penyemprotan, agar
lebih hemat waktu maupun tenaga kerja, pemberian pupuk daun dapat bersamaan
saat melakukan pengendalian hama dan penyakit tanaman. Saat tanaman padi
berumur 14 hst, berikan pupuk daun nitrogen tinggi dengan konsentrasi 2
gr/liter. Pupuk daun P dan K tinggi diberikan saat umur 30 dan 45 hst.
Pemupukan phospat dan kalium saat umur 30 hst menggunakan pupuk MKP (2
gr/liter), sedangkan saat berumur 45 hst berikan 4 gr/liter.Pemupukkan Susulan
f.
Pemberantasan
hama dan penyakit
Pada budidaya tanaman
padi dalam melakukan pemberantasan hama dan penyakit ada yang menggunakan
pestisida kimia atau menggunakan pestisida organik. Sehingga petani padi sudah
seharusnya mengenali hama dan penyakkit yang menyerang tanaman padi.
1)
Hama
penting pada padi
Pada pertanaman padi
ada beberapa hama-hama yang menyerang sehingga merugikan petani padi. Berikut
pemaparan hama-hama yang menyerang pada tanaman padi adalah :
a.
Wereng
Coklat
Nilaparvata
lugens Stal adalah jenis hama wereng yang menyerang tanaman padi. Wereng coklat
merupakan hama dari golongan insekta tergolong sangat merugikan pertanaman padi
di Indonesia. Akibat serangan hama ini menyebabkan tanaman padi mati kering,
tampak seperti terbakar, serta dapat menularkan beberapa jenis penyakit.
Pemupukan kandungan N tinggi tanpa diimbangi P,K tinggi serta penanaman dengan
jarak tanam rapat sangat rentan terserang wereng coklat. Hama wereng coklat
menyerang tanaman padi mulai dari pembibitan hingga fase masak susu. Gejala
serangan ditandai terdapatnya imago, menghisap cairan tanaman di pangkal
batang, kemudian tanaman padi menguning, akhirnya mengering.
Pengendalian
hama wereng coklat diantaranya melakukan pengaturan jarak tanam, menanam
varietas tahan wereng (bisa meminta informasi ke dinas pertanian terdekat),
penggunaan lampu perangkap, serta memanfaatkan musuh alami (contoh : laba-laba
Ophione nigrofasciata, Paederus fuscifes, Coccinella, kepik Cyrtorhinus
lividipennis). Apabila serangan di luar ambang kendali, aplikasikan insektisida
berbahan aktif imidakloprid, bensultap, BPMC, betasiflutrin, buprofezin,
dimehipo, tiametoksam, atau karbofuran. Dosis/konsentrasi sesuai petunjuk di
kemasannya.
b.
Wereng
Hijau
Hama pengganggu
tanaman padi jenis ini adalah Nephotettix virescens. Hama wereng hijau
merupakan hama penyebar (vektor) virus tungro penyebab penyakit tungro. Fase
persemaian sampai pembentukan anakan maksimum merupakan fase paling rentan
serangan wereng hijau. Gejala kerusakan ditandai tanaman kerdil, anakan
berkurang, daun berubah menjadi kuning sampai kuning oranye. Pengendalian hama
wereng hijau selama budidaya ini sama seperti pengendalian hama wereng coklat.
c.
Walang
Sangit
Spesies walang
sangit yang menyerang tanaman padi adalah Leptcorisa oratorius. Hama Walang
sangit adalah hama tanaman padi setelah berbunga, menghisap cairan bulir padi
bahkan mengakibatkan bulir menjadi hampa atau pengisiannya tidak sempurna,
berubah warna serta mengapur. Fase tanaman padi mulai keluar malai sampai masak
susu merupakan fase paling rentan. Walang sangit selain menurunkan produksi
juga menurunkan kualitas gabah. Hama ini menyebabkan meningkatnya Grain
dis-coloration.
Pengendalian
kimiawi selama budidaya ini dapat dilakukan dengan mengaplikasikan insektisida
berbahan aktif alfametrin, bensultap, BPMC, MIPC, tiakloprid, fipronil, atau
betasiflutrin. Dosis/konsentrasi sesuai petunjuk di kemasannya.
d.
Penggerek
Batang
Hama penggerek
batang yang menyerang selama proses budidaya di Indonesia terdiri dari beberapa
spesies, diantaranya
1. Scirpophaga incertulas
2. Scirpophaga innotata
3. Chilo suppressalis
4. Chilo polychrysus Meyrick
5. Chilo auricilius Dudgeon
6. Sesamia inferens
7. Tryporiza innota
8. Tryporiza incertulas
Serangan fase
vegetatif tidak terlalu mempengaruhi hasil panen karena tanaman padi masih
dapat mengkompensasi dengan membentuk anakan baru. Gejala serangan berupa daun
tengah atau pucuk tanaman mati karena titik tumbuh dimakan larva penggerek
batang. Pucuk tanaman padi yang mati akan berwarna coklat serta mudah dicabut
(gejala ini biasa disebut Sundep).
Serangan penggerek
batang fase generatif ditandai adanya larva penggerek batang memakan pangkal
batang tanaman padi tempat malai berada. Malai akan mati, berwarna abu-abu,
serta bulirnya kosong/hampa. Malai mudah dicabut, bagian pangkal batang
terdapat bekas gerekan larva hama penggerek batang (gejala ini biasa disebut
Beluk).
Pengendalian
kimiawi untuk mengatasi masalah ini adalah dengan aplikasi insektisida berbahan
aktif fipronil, monosultap, bisultap, bensultap, dimehipo, karbosulfan,
karbofuran atau amitraz. Dosis/konsentrasi sesuai petunjuk di kemasannya.
e.
Keong
Mas
Biasanya keong
mas banyak dijumpai di areal persawahan, mereka merupakan hama pengganggu
tanaman padi. Hama ini merusak tanaman padi dengan cara memarut jaringan
tanaman lalu memakannya, menyebabkan adanya bibit hilang per tanaman. Keong mas
menyenangi tempat-tempat genangan air. Pomacea canaliculataadalah spesies yang
menyerang selama proses budidaya.
Pengendalian yang
dapat dilakukan diantarnya dengan melakukan pengamatan di lapangan, waktu
kritis untuk mengendalikan serangan hama keong mas adalah saat tanaman berumur
10 hst atau 21 hari setelah sebar benih (benih basah). Jika di sawah ditemukan
telur berwarna merah muda maupun keong mas dengan berbagai ukuran maupun warna,
perlu dilakukan pengaturan air. Ketika tanaman padi berumur 15 hst, perlu
dilakukan pengeringan kemudian digenangi lagi secara bergantian (flash
flood=intermitten irrigation). Bila petani menanam menggunakan sistem tabela
(tanam benih secara langsung), selama 21 hari setelah sebar benih sawah perlu
dikeringkan kemudian digenangi secara bergantian. Apabila serangan di luar
ambang kendali bisa mengaplikasikan moluskisida berbahan aktif niclosamida atau
saponin. Dosis/konsentrasi lihat saja petunjuk yang ada di kemasannya.
f.
Tikus
Hama tikus sawah
penyebab kegagalan budidaya berasal dari spesiesRattus argentiventer Rob Kloss.
Tikus sawah merupakan hama utama budidaya padi dari golongan mamalia (binatang
menyusui). Pengendalian hama tikus memerlukan pendekatan sangat spesifik.
Tikus sawah
menyebabkan kerusakan tanaman padi mulai dari persemaian hingga padi siap
dipanen, bahkan menyerang padi dalam gudang penyimpanan. Kerusakan akibat
serangan hama tikus bisa mengakibatkan puso dengan nilai kerugian jauh lebih
tinggi dibanding serangan Organisme Pengganggu Tanaman (OPT) lain.
Pengendalian
hama tikus akan dijelaskan lebih lanjut, mengingat serangannya mampu
menggagalkan panen hingga 100% (puso). Berikut cara pengendalian hama tikus:
1)
Sanitasi
Lingkungan
Sanitasi lingkungan
bertujuan menjadikan lingkungan sawah menjadi tidak menguntungkan bagi
kehidupan maupun perkembangbiakan tikus. Kegiatan sanitasi dengan pembersihan
gulma di areal pertanaman mulai dari pematang sampai saluran irigasi, terutama
pada tanggul tinggi (bertujuan agar hama tikus tidak bersarang di tempat
tersebut).
2)
Kultur
Teknis
Pengaturan pola tanam
bertujuan membatasi perkembangbiakan tikus sawah, karena hama tikus sawah hanya
berkembangbiak saat tanaman padi pada fase generatif. Pengaturan pola tanam
dapat membatasi perkembangbiakan hama ini. Pengaturan jarak tanam lebih lebar
dari biasanya, seperti cara tanam legowo, bertujuan membuat lingkungan lebih
terbuka sehingga kurang disukai hama tikus.
3)
Pengendalian
Fisik
Tujuan pengendalian
untuk mengubah faktor lingkungan fisik menjadi tidak sesuai untuk kehidupan
tikus sawah. Hama tikus mempunyai batas toleransi terhadap beberapa faktor
fisik seperti suhu, cahaya, air, maupun suara. Beberapa cara pengendalian dapat
menggunakan alat penyembur api (brender) yang disemprotkan ke sarang tikus,
memompa air ke dalam sarang tikus, mengusir hama tikus dengan suara ultrasonik,
pemerangkapan (trapping), gropyokan massal (community actions), sistem bubu
perangkap linier (linier trap barrier system atau LTBS), serta Sistem bubu
perangkap (trap barrier system atau TBS). Informasi LTBS maupun TBS dapat
meminta menjelasan ke instansi pertanian terdekat.
4)
Pengendalian
Fisik
Tujuan pengendalian
untuk mengubah faktor lingkungan fisik menjadi tidak sesuai untuk kehidupan
tikus sawah. Hama tikus mempunyai batas toleransi terhadap beberapa faktor
fisik seperti suhu, cahaya, air, maupun suara. Beberapa cara pengendalian dapat
menggunakan alat penyembur api (brender) yang disemprotkan ke sarang tikus,
memompa air ke dalam sarang tikus, mengusir hama tikus dengan suara ultrasonik,
pemerangkapan (trapping), gropyokan massal (community actions), sistem bubu
perangkap linier (linier trap barrier system atau LTBS), serta Sistem bubu
perangkap (trap barrier system atau TBS). Informasi LTBS maupun TBS dapat
meminta menjelasan ke instansi pertanian terdekat.
5)
Pengendalian
Kimiawi
Rodentisida.
Rodentisida di pasaran umumnya dalam bentuk siap pakai, atau mencampur sendiri
dengan bahan umpan. Rodentisida digolongkan menjadi racun akut maupun
antikoagulan. Racun akut dapat membunuh hama tikus langsung di tempat setelah
makan umpan, sehingga dapat menyebabkan hama menjadi jera. Sedangkan
rodentisida antikoagulan akan menyebabkan hama mati setelah lima hari memakan
umpan (dosis cukup agar tidak menyebabkan jera umpan). Namun demikian jenis
rodentisida antikoagulan mempunyai efek sekunder negatif terhadap predator
tikus. Fumigasi. Fumigasi merupakan teknik yang ditujukan langsung ke sarang tikus,
teknik ini merupakan teknik efektif membunuh hama tikus di dalam sarang.
6)
Antifertilitas
Adalah cara pemandulan
hama tikus baik tikus jantan maupun betina. Cara ini lebih efektif karena hama
tikus sawah berkembangbiak sangat cepat. Beberapa jenis bahan kimia untuk
pemandulan manusia juga dapat digunakan untuk memandulkan tikus sawah.
g.
Burung
Pemakan Biji-bijian
Ada beberapa
jenis burung pemakan biji-bijian yang dapat menjadi hama padi, diantaranya
ialah burung pipit tudung putih (Lonchura Leucogastroides), pipt haji (lonchura
raffles), pipit jawa ( lonchura leucogastroides orsfield), gelatik (padda
oryzivora), perkutut (geopeli striata) dan derkuku ( streptopelia chinensis).
Diantara jenis
burung tersebut, pipit tundung putih dan pipit haji merupakan jenis populasinya
yang masih banyak dialam sehingga menjadi ancaman bagi para petani padi. Saat
menyerang tanaman yang menguning bisa mencapai ribuan ekor. Hal ini sangat
merugikan bagi para petani padi karena bisa menyebabkan gagal panen.
Hingga saat ini
belum ada pestisida khusus untuk mengendalikan burung, baik pestisida alami
maupun pestisida kimia. Satu-satunya cara pengendalian burung adalah secara
tradisional, yaitu dengan menakut-nakuti burung agar tidak hinggap di diareal
sawah. Agar burung menjadi takut, dapat digunakan orang-orangan atau hantu
sawah yang dihubungkan dengan tali dari gubuk. Tali yang disentakkan dari gubuk
menyebabkan orang-orangan bergerak-gerak menakuti burung. Orang-orangan
tersebut dilengkapi dengan bunyi-bunyian. Suara yang timbul saat orang-orangan
bergerak dapat mengusir burung.
h.
Orong-orong
Hama ini berasal
dari spesies Gryllotalpa orientalis Burmeister. Sebetulnya, hama orong-orong
jarang menjadi masalah serius dalam budidaya, tapi sering ditemukan di lahan
pasang surut serta biasanya hanya terdapat di sawah kering tidak digenangi.
Penggenangan lahan menyebabkan orong-orong pindah ke pematang. Stadia tanaman
rentan terhadap serangan hama ini adalah fase pembibitan sampai anakan. Benih
di pembibitan juga dapat dimakannya. Oorong-orong merusak akar muda dengan cara
memotong tanaman padi di pangkal batang yang berada di bawah tanah. Gejala
kerusakan demikian terkadang sering dikira petani disebabkan oleh penggerek
batang (sundep). Tanaman padi muda yang diserangnya mati sehingga terlihat
adanya spot-spot kosong di sawah.
Pengendalian
hama orong-orong untuk budidaya ini dilakukan dengan penggenangan sawah 3-4
hari untuk membunuh telur orong-orong di tanah. Penggunaan umpan sekam dicampur
insektisida berbahan aktif metomil, jika diperlukan bisa mengaplikasikan
insektisida berbahan aktif fipronil atau karbofuran. Dosis/konsentrasi sesuai
petunjuk di kemasannya.
i.
Ulat
Grayak
Ulat grayak yang
menyerang selama budidaya adalah Spodoptera litura. Ulat menyerang daun tanaman
padi secara bergerombol dalam jumlah sangat banyak, serangannya dilakukan di
malam hari dengan cara memakan daun tanaman padi. Gejala serangan daun berupa
bercak-bercak putih berlubang, bahkan hanya meninggalkan tulang daun. Larva
hama ulat grayak menyerang tanaman padi sejak di persemaian sampai fase
pengisian. Serangan parah terjadi saat musim kemarau maupun ketika tanaman padi
kekurangan air.
Pengendalian
hama ulat grayak adalah dengan penyemprotan insektisida dengan bahan aktif
deltametrin, sipermetrin, sipermetrin, klorpirifos, sipermetrin,
kartophidroklorida, metomil, atau dimehipo. Konsentrasi sesuai petunjuk di
kemasan.
j.
Hama
putih
Hama putih yang
menyerang tanaman padi berasal dari spesiesNymphula depunctalis. Hama putih
menyerang tanaman padi mulai fase vegetatif di persemaian sampai tanaman padi
berumur kurang lebih satu bulan. Hama putih akan memakan jaringan permukaan
bawah daun sehingga tampak garis-garis memanjang berwarna putih. Tanda adanya
serangan hama ditandai adanya larva kecil maupun ngengat (larva ini
menyelesaikan hidupnya selama 35 hari).
Stadia hama putih yang
merusak adalah stadia larva. Serangan daun ditandai daun terpotong seperti
digunting. Daun terpotong tersebut dibuat menyerupai tabung (tabung digunakan
larva untuk membungkus dirinya, terbungkus oleh benang-benang sutranya).
Pengendalian kimiawi
hama putih selama budidaya dapat dilakukan dengan penyemprotan insektisida
berbahan aktif abamektin, imidakloprid, karbosulfan, atau dimehipo.
Dosis/konsentrasi sesuai petunjuk di kemasannya.
k.
Hama
putih palsu
Hama ini berasal
dari spesies Chanaphalocrosis medinalis. Hama putih palsu menyerang bagian daun
tanaman padi, larva akan memakan jaringan hijau daun dari dalam lipatan daun,
permukaan bawah daun berwarna putih. Ngengat berwarna kuning coklat, bagian
sayap depannya ada tanda pita hitam sebanyak tiga buah yang garisnya lengkap
atau terputus. Saat diam, ngengat berbentuk segitiga.
Pengendalian
hama putih palsu untuk budidaya padi tidak diperkenankan melakukan penyemprotan
insektisida sebelum tanaman padi berumur 30 hst atau 40 hari setelah sebar
benih. Tanaman padi yang terserang pada fase ini, dapat pulih apabila air
maupun pupukdikelola dengan baik. Selain itu dapat juga mencegahnya melalui
penggenangan lahan secara terus menerus, atau dapat juga melakukan pengeringan
sawah selama beberapa hari untuk membunuh larvanya. Jika tanaman padi telah
berumur lebih dari 30 hst namun serangan tidak terkendali, bisa disemprot
menggunakan insektisida berbahan aktif indoksakarb, bensultap, BPMC, MIPC,
tiakloprid, fipronil, atau karbofuran. Dosis/konsentrasi sesuai petunjuk di
kemasannya.
2)
Penyakit
penting pada padi
a.
Hawar
Daun Bakteri
Hawar daun
bakteri yang menyerang tanaman padi adalah bakteri Xanthomonas oryzae pv.
oryzae. Penyakit hawar daun bakteri (bacterial leaf blight = BLB) menyerang di
semua musim, baik musim kemarau maupun musim hujan serta di semua tempat baik
pertanaman padi di dataran rendah maupun dataran tinggi. Ketika musim hujan
penyakit ini biasanya berkembang lebih baik. Kerugian hasil akibat serangan
penyakit hawar daun bakteri dapat mencapai 60%.
Pengendalian
dilakukan dengan rotasi tanaman, pengaturan jarak tanam, penggunaan varietas
tahan serangan BLB, serta pemupukan berimbang. Pengendalian secara kimiawi
dapat menggunakan bakterisida dari golongan antibiotik, bahan aktif yang bisa
digunakan antara lain streptomisin sulfat, oksitetrasiklin, asam oksolinik,
atau kasugamisin hidroklorida. Dosis/konsentrasi sesuai petunjuk di kemasannya.
b.
Hawar
daun Jingga
Hawar daun
jingga yang menyerang tanaman padi sawah disebabkan oleh cendawan Pseudomonas
sp. Penyakit hawar daun jingga (Bacterial Red Stripe/BRS) tersebar di hampir
seluruh Pulau Jawa-Sumatera, terutama di dataran rendah (<100 m dpl). Saat
musim kemarau, serangan terjadi pada fase generatif. Di Jalur Pantura Jawa
Barat penyakit ini dijumpai merata di kabupaten Karawang, Subang, Indramayu,
Cirebon. Varietas tahan hawar daun jingga sampai saat ini belum tersedia. Hasil
penelitian di lapangan menunjukkan bahwa perkembangan penyakit HDJ sangat
dipengaruhi oleh perlakuan selama proses budidaya seperti pemupukan, jarak
tanam, serta pengairan.
Pengendalian
penyakit hawar daun jingga selama budidaya dilakukan dengan pemupukan
berimbang, jarak tanam lebar, serta pengeringan secara berkala. Pengendalian
kimiawi bakterisida dari golongan antibiotik, bahan aktif yang bisa digunakan
antara lain streptomisin sulfat, oksitetrasiklin, asam oksolinik, atau
kasugamisin hidroklorida. Dosis/konsentrasi sesuai petunjuk di kemasannya.
c.
Hawar
Daun Pelepah
Serangan ini
disebabkan oleh cendawan Rhizoctonia solani kuhn.Penyakit hawar menyerang
tanaman padi baik di dataran tinggi maupun dataran rendah. Gejala penyakit
dimulai dari bagian pelepah dekat permukaan air, berupa bercak-bercak besar
berbentuk jorong, tepi tidak teratur berwarna coklat sedangkan bagian tengah
berwarna putih pucat. Hawar pelepah muncul sejak dikembangkan varietas padi
beranakan banyak, didukung oleh pemberian pupuk kandungan nitrogen tinggi
secara berlebihan, serta cara tanam berjarak rapat. Kehilangan hasil produksi
akibat serangan penyakit hawar pelepah dapat mencapai 30%.
Cara
pengendalian penyakit ini adalah dengan pengaturan jarak tanam, pemupukan
berimbang, serta aplikasi trichoderma. Pengendalian kimiawi menggunakan
fungisida berbahan aktif simoksanil, propamokarb hidroklorida, asam fosfit,
kasugamisin, atau dimetomorf dengan dosis/konsentrasi sesuai petunjuk yang
tertera di kemasan.
d.
Busuk
Batang
Penyakit busuk
batang yang menyerang tanaman padi sawah adalah candawan Helminthosporium
sigmoideum. Penyakit busuk batang merupakan salah satu penyakit utama tanaman
padi di Indonesia. Penyakit ini selalu ditemukan di setiap musim tanam mulai
dari kategori infeksi ringan sampai sedang. Saat musim hujan, lebih dari 60%
tanaman padi di jalur pantura Jawa Barat mengalami kerebahan akibat terinveksi
cendawan H. Sigmoideum. Kerebahan menyebabkan prosentase gabah hampa meningkat.
Kehilangan hasil produksi akibat serangan penyakit ini mencapai 25-30%. Busuk
batang ditemukan lebih parah pada varietas padi beranakan banyak, terutama
ditanam di lokasi kahat kalium serta berdrainase jelek.
Cara
pengendaliannya adalah dengan pengaturan jarak tanam, pemupukan berimbang,
pengapuran lahan untuk mencapai pH ideal, serta pengeringan sawah secara
berkala. Pengendalian kimiawi menggunakan fungisida berbahan aktif propamokarb
hidroklorida, simoksanil, difenokonazol, tebukonazol, atau dimetomorf dengan
dosis/konsentrasi sesuai petunjuk yang tertera di kemasan.
e.
Bercak
Cokelat
Penyakit daun
coklat yang menyerang tanaman padi adalah cendawanHelminthosporium oryzae.
Gajala serangan ditandai bercak coklat pada daun berbentuk oval merata di
permukaan daun dengan titik tengah berwarna abu-abu atau putih. Titik abu-abu
di tengah bercak merupakan gejala khas penyakit bercak daun coklat di lapangan.
Bercak masih muda berwarna coklat gelap atau keunguan berbentuk bulat. Serangan
berat menyebabkan jamur menginfeksi gabah, gejalanya bercak berwarna hitam atau
coklat gelap).
Cara mengendalikan
penyakit bercak daun coklat selama budidaya diantaranya dengan pemberian pupuk
NPK berimbang, pengaturan jarak tanam, serta pengapuran lahan untuk
meningkatkan pH tanah. Pengendalian kimiawi menggunakan fungisida berbahan
aktif azoxistrobin, belerang, difenokonazol, tebukonazol, karbendazim, metil
tiofanat, atau klorotalonil. Dosis/konsentrasi sesuai petunjuk pada kemasannya.
f.
Blast
Penyakit blas
yang menyerang tanaman padi disebabkan oleh cendawanPyricularia grisea. Blas
merupakan penyakit penting terutama padi gogo. Daerah endemik penyakit blas di
Indonesia diantaranya Lampung, Sumatera Selatan, Jambi, Sumatera Barat,
Sulawesi Tangah, Sulawesi Tenggara, serta Jawa Barat bagian selatan (Sukabumi
dan Garut). Akhir-akhir ini penyakit blas khususnya blas leher menjadi
tantangan serius karena banyak ditemukan di beberapa varietas di Jalur Pantura
Jawa Barat. Penyakit blas menginfeksi tanaman di semua stadium, disamping itu
juga menyebabkan tanaman puso. Saat tanaman memasuki fase vegetatif serangan
biasanya menginfeksi bagian daun, disebut blas daun (leaf blast). Sedangkan
saat memasuki fase generatif selain menginfeksi daun juga menginfeksi leher
malai, disebut blas leher (neck blast). Pemupukan tidak berimbang, terutama
kandungan nitrogen tinggi disertai kondisi kekurangan air sangat disenangi oleh
penyakit ini. Artinya makin tinggi pupuk nitrogen keparahan penyakit akan
semakin tinggi.
Pengendalian
penyakit blas selama budidaya antara lain dengan pengaturan jarak tanam,
penggunaan benih bebas infeksi patogen, pemupukan berimbang, pengapuran lahan
untuk mencapai pH ideal, serta pengeringan sawah secara berkala. Pengendalian
kimiawi dengan aplikasi fungisida berbahan aktif karbendazim, metil tiofanat,
difenokonazol, mankozeb, atau klorotalonil. Dosis/konsentrasi sesuai petunjuk
pada kemasannya.
g.
Tungro
Penyakit tungro
pada tanaman padi adalah virus batang tungro padi (rice tungro bacilliform
virus, RTBV) maupun virus bulat tungro padi (rice tungro spherical virus,
RTSV). Penyakit tungro merupakan penyakit padi yang kompleks, kedua virus
ditularkan secara semipersisten oleh beberapa spesies hama wereng hijau maupun
hama wereng daun lainnya. Infeksi virus tungro menyebabkan tanaman kerdil, daun
muda berwarna kuning dari ujung daun, daun kuning nampak sedikit melintir serta
jumlah anakan lebih sedikit dari tanaman sehat. Secara umum hamparan tanaman
padi terlihat berwarna kuning disertai tinggi tanaman tidak merata, serta
terlihat spot-spot tanaman kerdil.
Virus tugro
dapat dikendalikan dengan cara mengendalikan serangga vektor penular virus,
terutama pengendalian hama wereng hijau. Aplikasi insektisida untuk mematikan
secara cepat hama wereng hijau agar efisien dengan memperhatikan dampak
pestisida terhadap lingkungan, sebaiknya dilakukan berdasarkan hasil pengamatan
tentang kondisi ancaman tungro.
5.
Panen
dan Pasca Panen
Panen merupakan saat
yang ditunggu-tunggu setiap petani. Pada dasarnya panen dan pascapanen padi
yang diperlukan adalah teknik-teknik pemanenan dan teknik pasca panen yang baik
dan minimal sesuai standar panen.
a.
Panen
Sekitar sepuluh hari
sebelum panen, sawah harus dikeringkan agar masaknya padi berlangsung serentak.
Selain, keringnya sawah akan lebih memudahkan pemanenan.
1)
Saat
Panen
Pemanenan padi harus
dilakukan pada saat yang tepat. Panen yang terlalu cepat dapat menyebabkan
kualitas butir gabah menjadi rendah, yaitu banyak butir hijau atau butir
berkapur. Bila hal lain yang terjadi, nantinya akan diperoleh beras yang sudah
hancur saat digiling. Sebaliknya, panen yang terlambat dapat menurunkan produksi
karena banyak butir gabah yang sudah dimakan burung atau tikus.
Secara umum padi
dikatakan sudah siap panen bila butir gabah yang menguning sudah mencapai
sekitar 80 % dan tangkainya sudah menunduk. Tangkai padi menunduk karena sarat
dengan butir gabah bernas. Untuk lebih memastikan padi sudah siap panen adalah
dengan cara menekan butir gabah. Bila butirannya sudah keras berisi maka saat itu
paling tepat untuk dipanen.
2)
Cara
Panen
Secara tradisional padi
ditanam dengan ketam. Hanya saja panen dengan alat ketam tersebut agak lambat
dan perlu banyak tenaga kerja sehingga tidak efisien. Agar panen dapat
berlangsung cepat, alat yang digunakan adalah sabit. Dikatakan cepat karena
hanya dengan empat tenaga kerja saja luas areal padi yang dapat dipanen
mencapai 2000m2 untuk waktu setenggah hari. Sementara panen dengan ketam
memerlukan sepuluh tenaga kerja untuk areal yang sama, akan tetapi waktunya
selama dua hari. Panen dengan menggunakan sabit ini hanya disisakan batang
paling tinggi 20 cm dari permukaan tanah.
3)
Perontokkan
Setelah dipanen, gabah
harus segera dirontokkan dari malainya. Tempat perontokan dapat langsung
dilakukan dilahan atau dihalaman rumah setelah diangkut kerumah. Perontokan ini
dapat dilakukan dengan cara menyentuh malai padi ke gerigi alat yang berputar.
Sementara perontokkan dengan tenaga manusia dilakukan dengan cara batang padi
dipukul-pukulkan ke kayu hingga gabah berjatuhan. Selain dipukul-pukulkan,malai
padipun dapat diinjak-injak agar gabah rontok.
Untuk mengantisipasi
agar gabah tidak terbuang saat perontokkan maka tempat perontokan harus diberi
alas dari anyaman bambu atau lembaran plastik tebal(terpal). Dengan alas
tersebut maka seluruh gabah diharapkan dapat tertampung.
Setelah dirontokkan,
butir-butir gabah dikumpulkan di gudang penyimpanan sementara. Oleh karena itu
tidak semua petani memiliki gudang sementara, pengumpulan dapat dilakukan
diteras rumah atau perlu dimasukkan dalam karung, akan tetapi cukup ditumpuk
setinggi maksimal 50 cm.
b.
Pasca
Panen
1)
Pegeringan
Agar padi bisa
tahan lama dalam penyimpanan dan bisa digiling menjadi beras maka gabah harus
dikeringkan terlebih daluhu sebelum disimpan. Gabah yang dikeringkan ini
dihamparkan diatas lantai semen yang terbuka. Penggunaan lanta semen terbuka
ini agar sinar matahari dapat secara penuh diterima oleh gabah yang dijemur.
Apabila tidak memiliki halaman atau tempat terbuka yang disemen maka halaman
tanah juga dapat dijadikan sebagai tempat penjemuran. Namun, gabah perlu
diletakkan pada alas anyaan bambu, tikar atau lembaran plastik terpal. Hal ini
dilakukan aar gabah tidak bercampur dengan tanah.
Pada saat
penjemuran, petani harus rajin mengeluarkan gabah abapila panas dan memasukkan
kembali kegudang sementara pada saat kondisi iklim dan cuaca. Bila cuaca cerah
dan matahari bersinar penuh sepanjang hari, penjemuran hanya berlangsung dalam
waktu 2-3 hari. Namun apabila keadaan cuaca terkadang mendung atau gerimis dan
terkadang panas, waktu penjemurannya dapat berlangsung lama, sekitar 1 minggu.
Walaupun lama, namun petani tetap saja mengandalkan panas matahari untuk
pengeringan gabah, tidak pernah menggunakan alat lain seperti halnya pengering
gabah.
2)
Penggilingan
Penggilingan
dalam pascapanen padi merupakan kegiatan pemisahan beras dari kulit yang
membungkusnya. Ada dua cara pemisahan tersebut yaitu secara tradisional dan
modern.
a.
Cara
Tradisional
Pemisahan secara
tradisional menggunakan alat sederhana, yaitu lesung dan alu. Lesung terbuat
dari batang kayu yang utuh yang diceruk mirip perahu. Cerukkan pada kayu
tersebut berfungsi untuk tempat gabah ditumbuk. Sedangkan alu merupakan
pasangan dari lesung sebagai alat penumbuk gabah. Alu tersebut terbuat dari
kayu yang bentuknya bulat panjang seperti pita.
Gabah yang
ditumbuk dengan menggunakan alu dan lesung ini menghasilkan beras dan kulit.
Beras yang dihasilkan disebut beras pecah kulit. Penampilan beras pecah kulit
tidak putih bersih, melainkan agak kecoklatan karena masih terbalut bekatul.
Bila beras demikian dimasak atau ditanak, nasinya tidak akan putih bersih.
Namun, nasi dari beras pecah kulit ini memiliki kandungan gizi yang lebih baik.
Hal ini adanya kandungan vitamin B yang tinggi dan terdapat pada bekatul.
Untuk
mendapatkan beras putih bersih, beras pecah kulit harus ditumbuk ulang atau
disosoh. Selain diperoleh beras putih bersih, pada penyosohan ini pun akan
diperloleh kepala beras yang sering disebut menir.
Kendala
penggilingan gabah secara tradisional adalah pekerjaannya sangat lambat, tenaga
kerja yang memadai tidak tersedia dan alatnya semakin sulit ditemui. Saat ini
kebanyakkan lesung dan alu sudah menghilang dari kehidupan petani padi karena
kehadiran alat penggiling yang praktis dan daya kerjanya lebih cepat.
b.
Cara
Modern
Pemisahan beras
dari kulitnya dapat dilakukan dengan cara modern atau dengan menggunakan mesin
penggiling padi. Alat yang sering digunakan berupa huller. Hasil yang diperoleh
pada penggilingan dengan menggunakan alat penggiling gabah ini sama dengan cara
tradisional, yaitu pada tahap pertama diperoleh beras pecah kulit. Pada
penggilingan tahap kedua, beras akan menjadi putih bersih.
3)
Penyimpanan
Beras
Beras yang sudah
digiling secara tradisional maupun modern dapat langsung dipasarkan. Namun,
karena umumnya beras tidak langsung dapat dipasarkan seluruhnya maka perlu ada
tempat penyimpanan. Teknis penyimpanan beras harus diperhatikan agar kondisinya
tetap bagus hingga saatnyaa dijual.
Pada umumnya
beras disimpan di gudang setelah dikemas dalam karung plastik berukuran 40 kg
atau 50 kg. Pengemasan dalam karung ini dilakukan secara manual oleh petani.
Bagian karung yang terbuka dijahit tangan hingga tertutup rapat.
Didalam gudang
penyimpanan dapat saja beras diserang oleh hama bubuk. Biasanya hama bubuk ini
menyerang beras yang tidak benar-benar kering disaat penjemuran padi. Hama
bubuk tidak menyukai beras yang kering karena keras. Selain itu, hama bubuk
juga menyukai tempat yang lembab sehingga ruangan gudang harus dalam kondisi
yang kering. Agar gudang menjadi kering maka alternatif agar gudang menjadi
kering yaitu melengkapi ruangan dengan menggunakan ventilasi udara. Fungsi
adanya ventilasi udara juga dapat membuat ruangan gudang menjadi agak terang
sehingga hama seperti tikus tidak akan betah tinggal diruangan tersebut.
Penumpukan
karung berisi beras di dalam gudang juga harus ditata sedemikian rupa agar
beras yang sudah lebih dahulu disimpan dapat mudah keluar lebih awal. Akan
lebih baik lagi apabila setiap karung diberi tanda khusus seperti tanggal
penyimpanan. Sehingga akan mempermudah dalam mengeluarkan beras ketika akan
dijual.
6.
Pengemasan
Beras ini dipasarkan melalui
pasar swalayan, pasar tradisional, dan pasar modern serta langsung ke konsumen,
dalam pengemasanya dengan menggunakan kantung plastik transparan atau karung
plastik. Ukuran kemasan disesuaikan
dengan arah penjualannya, ukuran kemasan yang menggunakan plastik transparan
ada yang 2,5-10 kg sedangkan yang menggunakan kantong plastik atau karung
kisaran 20-50 kg.
Pada kemasan plastik
transparan atau karung plastik dicantumkan logo atau gamabar disalah satu sisi.
Disisi lainya diberi keterangan uji laboratorium dari lembaga tertentu yang
menyatakan bahwa beras tersebut memiliki kualitas yang baik yang terhindar dari
kuman dan memiliki kandungan gizi yang cukup.
7.
Pemasaran
Sistem pemasaran tata niaga yang
dilakukan adalah sebagai berikut :
a.
saluran
pemasaran pertama, petani menjual gabah ke pedagang pengumpul sebagai kaki
tangan pedagang kongsi. Dari pedagang pengumpul, gabah ditampung, dikelompokan
menurut jenis varietas dan disalurkan oleh pedagang kongsi ke pedagang kilang.
Dari pedagang kilang, gabah mulai mengalami perlakuan meliputi proses
pengeringan, penggilingan dan grading
beras. Beras yang telah dikemas dan
diberi label selanjutnya disalurkan ke pedagang grosir. Dari grosir disalurkan
ke pengecer-pengecer untuk dijual ke konsumen.
b.
saluran
pemasaran kedua, petani menjual gabah ke pedagang pengumpul yang merupakan kaki
tangan pemilik penggilingan desa. Di penggilingan desa, gabah mengalami proses
pengeringan, penggilingan dan grading beras. Selanjutnya beras dikemas dengan
tampa diberi label dan disalurkan ke pengecer desa untuk dijual ke konsumen.
Mayoritas petani (85%) menempuh saluran pemasaran pertama dan sisanya (15%)
menempuh saluran pemasaran kedua.
BAB IV
PEMBAHASAN
A.
Rencana
Pelaksanaan Kegiatan
1.
Waktu
dan tempat Pelaksanaan
Pelaksanaan budidaya
padi sawah akan dilakukan mulai pada bulan Januari 2016 yang akan dilaksnakan
di Kecamatan Imogiri, Bantul, Yogyakarta.
2.
Agenda
Kegiatan
No
|
Jenis Kegiatan
|
Waktu Pelaksanaan
|
Tanam I
|
Tanam II
|
Tanam III
|
1.
|
Persiapan Lahan
|
1-15 Januari
|
1-15 Mei
|
1-15 Sep
|
2.
|
Penyemaian
|
2-20 Januari
|
2-20 Mei
|
2-20 Sep
|
3.
|
Penanaman dan Penyulaman
|
21-26 Januari
|
21-26 Mei
|
21-26 Sep
|
4.
|
Penyiangan
|
|
|
a.
Penyiangan
I
|
10Februari
|
10 Juni
|
10 Okt
|
b.
Penyiangan
II
|
25Februari
|
25 Juni
|
25 Okt
|
5.
|
Pemupukkan
|
|
|
a.
Pemupukkan
I
|
20Februari
|
20 Juni
|
20 Okt
|
b.
Pemupukkan
II
|
5 Maret
|
5 Juli
|
5 Nov
|
c.
Pemupukkan
III
|
28 Maret
|
28 Juli
|
28 Nov
|
6.
|
Kocor
|
8 Maret
|
8 Juli
|
8 Nov
|
7.
|
Semprot batang dan daun
|
|
|
a.
Semprot
I
|
3 Maret
|
3 Juli
|
3 Nov
|
b.
Semprot
II
|
13 Maret
|
13 Juli
|
13 Nov
|
c.
Semprot
III
|
23 Maret
|
23 Juli
|
23 Nov
|
8.
|
Panen
|
28 April
|
28Agustus
|
28 Des
|
B.
Analisa
Kegiatan
1.
Persiapan
Lahan
a.
Membersihkan
Lahan
Dalam mempersiapkan
lahan seluas 1 Ha dibutuhkan 8 orang tenaga laki-laki untuk membersihkan lahan
yang akan digunakan untuk budidaya padi. Yang akan diselesaikan dalam waktu
sehari. Sehingga uang yang harus dikeluarkan 8 x Rp 75.000 yaitu Rp 600.000.
Jadi apabila tanah yang digunakan untuk Budidaya Padi seluas 2000m2 maka tenaga
kerja yang dibutuhkan sebanyak 2 orang tenaga kerja laki-laki, sehingga uang
yang harus dikeluarkan yaitu 2 x Rp 75.000 yaitu Rp 150.000.
b.
Namping
+ memopok
Dalam mempersiapkan
lahan seluas 1 Ha dibutuhkan 7 orang tenaga laki-laki untuk menamping dan
memopok lahan yang akan digunakan untuk budidaya padi. Yang akan diselesaikan
dalam waktu sehari. Sehingga uang yang harus dikeluarkan adalah 7 x Rp 75.000 yaitu Rp 525.000. Jadi apabila
tanah yang digunakan untuk budidaya padi seluas 2000m2 maka tenaga kerja yang
dibutuhkan sebanyak 1 orang tenaga kerja laki-laki, sehingga uang yang harus
dikeluarkan yaitu 1 x Rp 75.000 yaitu Rp 75.000.
c.
Membajak
+ menggaru
Dalam mempersiapkan
lahan seluas 1 Ha dibutuhkan 8 orang tenaga laki-laki untuk membajak dan
mengaru yang akan digunakan untuk budidaya padi. Yang akan diselesaikan dalam
waktu sehari. Sehingga uang yang harus dikeluarkan 8 x Rp 75.000 yaitu Rp
600.000. Jadi apabila tanah yang digunakan untuk Budidaya Padi seluas 2000m2
maka tenaga kerja yang dibutuhkan sebanyak 2 orang tenaga kerja laki-laki,
sehingga uang yang harus dikeluarkan yaitu 2 x Rp 75.000 yaitu Rp 150.000.
d.
Membuat
kemalir + meratakan
Dalam mempersiapkan
lahan seluas 1 Ha dibutuhkan 7 orang tenaga
kerja laki-laki untuk membuat kemalir dan meratakannya sehingga uang
yang dibutuhkan adalah 7 x Rp 75.000 yaitu Rp 525.000. Jadi apabila tanah yang
digunakan untuk budidaya padi seluas 2000m2 maka tenaga kerja yang dibutuhkan
sebanyak 1 orang tenaga kerja laki-laki, sehingga uang yang harus dikeluarkan
adalah 1 x Rp 75.000 yaitu Rp 75.000.
Pada dasarnya dalam
penggolahan lahan dalam budidaya tanaman padi Sawah dengan menggunakan sistem
Tegel atau biasa membutuhkan tenaga kerja laki-laki sebanyak 30 orang disetiap
harinya. Sehingga apabila tanah yang digunakan untuk budidaya itu seluas 2000
m2 maka dibutuhkan 6 orang tenaga kerja laki-laki untuk mengerjakan pekerjaan
ini dalam waktu sehari. Jadi uang yang harus dikeluarkan sebanyak 6 x Rp 75.000
yaitu sebesar Rp 450.000.
2.
Pembenihan
a.
Kebutuhan
Benih
Kb = (Luas Lahan :
Jarak Tanam )x daya tumbuh benih x jumlah bibit/lubang x berat/1000gr
=
(2000 m2 : 0,25 x 0,25) x (100:85) x 7 x (28:1000)
=
32.000 x 1,176 x 7 x 0,028
=
7375,8 gram
=
7,3 kg
Sehingga benih yang
dibutuhkan dalam melakukan budidaya tanaman padi apabila menggunakan luas lahan
2000m2 adalah 7,3 kg.
b.
Kelas
Benih
Dalam budidaya ini
petani padi menggunakan benih berlabel biru, karena benih padi dengan label
berwarna biru merupakan salah satu benih yang dianjurkan dan disarankan dari
dinas dan lembaga pertanian. Karena label-label yang lain masih digunakan dalam
penelitian. Meskipun ada beberapa masyarakat yang menggunakan benih padi
menggunakan label unggu.
Dalam melakukan
budidaya tanaman padi yang dengan 3 periode ini maka jenis padi yang ditanam
juga harus bervariasi, disini petani padi menggunakan benih Ciherang pada musim
tanam pertama, menggunakan benih mentik pada musim tanam kedua dan pada musim
tanam ketiga menggunakan benih Sintanur.
c.
Lama
perendaman
Pilah atau pisahkan
benih bernas (berisi sempurna) dari benih setengah berisi. Benih yg setengah
berisi akan mengapung pada air mengandung 2% garam dapur atau 2% ZA. Larutan
garam 3 % (30 g garam/L air). Kemudian benih segera dibilas dan segera lakukan
perendaman. Dalam pembibitan tanaman padi dibutuhkan perendaman yaitu selama 24
jam atau direndam dalam jangka waktu sehari.
d.
Lama
pemeraman
Setelah padi direndam
maka langkah berikutnya adalah pemeraman yang dilakukan selama 48 jam atau
setara dengan 2 hari. Kemudian Benih yang sudah berkecambah (Muncul
radicula) disebar pada BOX STEREFORM.
Dengan melapisi kertas dasar BOX STEREFORM, tebar media 0,5 cm media semai,
tabur benih 60-80 GRAM / box, tutup dengan pupuk organik, ditutup paranet.
Dalam kegiatan
pemeraman diperlukan tenaga kerja laki-laki selama setengah hari, sehingga upah
yang diberikan adalah 1x ½ hari x Rp 75.000 mka uang yang dibayarkan adalah
sebesar Rp 37.500.
e.
Sistem
persemaian
Sistem persemaian yang
digunakan dalam melakukan budidaya tanaman padi ini adalah dengan cara Dapok.
Karena pembibitan dalam kotak ini sangat mengguntugkan yaitu hemat benih dan
dalam melakukan pemimdahan apabila akan ditanam di sawah lebih cepat dan tidak
akan membuang banyak waktu.
Dalam kegiatan
penyemaian diperlukan tenaga kerja laki-laki selama setengah hari, sehingga
upah yang diberikan adalah 1x ½ hari x Rp 75.000 mka uang yang dibayarkan
adalah sebesar Rp 37.500.
f.
Kepadatan sebar
Dalam budidaya ini dilakukan persemaian didalam kotak, sehingga untuk
kepadatannya telah diatur yaitu dengan penyemaian merata tidak bertumpuk, hal
diusahakan supaya hemat dalam penggunaan benih.
3.
Penanaman
a.
Umur Pindah Tanam (tapin)
Dalam pemindahan benih
padi harus diperhatikan yaitu padi berumur berapa efektif dan diperbolehkan
dipindah. Dalam budidaya kali ini petani menggunakan benih padi yang ideal
yaitu padi yang dipindah berumur 15-20 hari. Padi yang berumur ini tidak
terlalu muda dan juga tidak terlalu tua, maka harapannya dengan usia yang
segini bisa menganakkan rumpun dan nantinya akan punya banyak malai sehingga
hasil panen bagus dan melimpah.
b.
Jarak
tanam
Jarak tanam yang
digunakan dalam budidaya tanaman padi ini adalah 25 x 25 cm. Karena petani
merasa bahwa menggunakan jarak tanam ini akan lebih efektif dalam perawatannya,
dan tanaman padi akan mempunyi banyak rumpun.
c.
Jumlah
bibit tiap lubang
Dalam budidaya tanaman
padi ini petani padi lebih sering menggunakan benih padi sebanyak 4-7 batang
rumpun padi, namun dalam budidaya kali ini petani padi menggunakan 7 batang
rumpun padi. Hal ini dilakukan supaya mendapatkan hasil yang maksimal.
Rumpun Padi = ( luas
lahan : jarak tanam ) x batang tiap lubang
= (2000m2 : 0,25x0,25m) x 7
= 32.000 x 7
= 224.000 rumpun padi
Sehingga dalam
melakukan budidaya padi dengan luas 2000m2 akan dibutuhkan rumpun padi untuk
pembenihan sebanyak 224.000 batang tanaman padi yang siap ditanam di sawah,
yaitu dengan kondisi yang seragam dan tahan dari serangan hama penyakit.
d.
Kedalaman
tanam
Kedalaman penanaman
padi pada umumnya 3-5 cm. Karena apabila penanamannya terlalu dalam maka anakan
semakin sedikit, akan tetapi apabila penanamannya kurang dari 3 cm maka tanaman
padi akan mudah roboh. Sehingga kedalaman tanam padi akan mempengaruhi
banyaknya bulir padi pada malainya.
e.
Sistem
Penanaman
Dalam budidaya tanaman
padi ini sistem tanam yang digunakan adalah sistem tanam Tegel atau sistem
penanaman yang biasa dilakukan oleh masyarakat. Dalam budidaya menggunakan
sistem ini karena sistem ini yang paling mudah diterapkan karena masyarakat
sudah terbiasa. Selain itu menggunakan sistem tanam tegel juga dapat menghasilkan
panen yang melimpah apabila dalam budidaya penanganannya maksimal. Untuk cara
penanam telah dijelaskan pada bab tiga pada Teknik Budidaya.
f.
Waktu
Tanam
Waktu penanaman
budidaya padi bisa dilaksanakan pada pagi hari atau sore hari. Namun lebih baiknya
pada sore hari, akan tetapi untuk mengantisipasi dan memberikan solusi pada
petani yang memiliki lahan yang luas sehingga dapat dilakukan mulai pagi hari.
g.
Musim
Tanam
Pada penanaman budidaya
padi ini menggunakan 3 kali tanam dalam satu tahun karena sawah yang digunakan
untuk budidaya merupakan tanah irigasi teknis. Sehingga untuk lebih jelasnya
mengenai agenda pelaksanaan kegiatan budidaya penanaman padi dapat dilihat pada
tabel agenda pelaksanaan kegiatan diatas.
Dalam penanaman
budidaya padi dibutuhkan 20 orang tenaga perempuan untuk melakukan penanaman
padi dengan luas lahan sawah 1 Ha, sehingga biaya yang dibutuhkan dalam penanaman
1 Ha adalah 20 orang x Rp 50.000 uang yang dikeluarkan sebesar Rp 1.000.000.
Jadi apabila budidaya padi dalam luas lahan 2000 m2 maka bisa dilakukan oleh 4
orang tenaga kerja perempuan dalam penanaman padi sehingga uang yang
dikeluarkan adalah 4 x Rp 50.000 yaitu Rp 200.000. tugas dari pekerja ini
adalah melakukan pencabutan benih dari tempat penyemaian dan penanaman ke sawah.
4.
Pengairan
Tanaman Padi merupakan
tanaman yang sangat membutuhkan air, namun bukan berati sawah harus tergenang
air sepanjang hari, dalam pengairan budidaya tanaman padi memiliki waktu-waktu
yang tepatuntuk digenangi air dan waktu-waktu untuk dilakukan pengeringan.
Dimana bisa dilakukan pada awal tanaman padi tumbuh, ketika tanaman padi dalam
pembentukkan anakan, pada masa bunting dan pada masa pembungaan. Untuk lebih
jelasnya bisa dilihat pada Bab tiga dalam pembahasan pengairan.
5.
Penyiangan
Dalam budidaya tanaman padi dilakukan penyiangan kurang lebih 2-3 kali
dalam musim tanam. Dalam melakukan penyiangan bisa dengan menggunakan manual
atau mekanik dengan menggunakan garu atau landak atau sosor. Untuk lebih
jelasnya bisa dilihat pada bab tiga yang mengulas mengenai penyiangan.
Dalam 1 Ha dibutuhkan 8 tenaga laki-laki untuk melakukan penyiangan
gulma yang mengannggu tanaman padi. Sehingga apabila 2 kali penyiangan berarti
ada 16 tenaga laki-laki. Jadi apabila luas lahan yan digunakan untuk budidaya
seluas 2000m2 maka tenaga Penyiangan
pertama dalam dbudidaya padi sawah ini butuhkan 2 orang tenaga kerja laki-laki
dan pada penyiangaan ke dua juga dibutuhkan tenaga kerja laki-laki sebanyak 2
orang. Sehingga uang yang dikeluarkan untuk dua kali penyiangan sebanyak 2 x 2
x Rp 75.000 adalah Rp 300.000.
6.
Pemupukkan
Pemupukan dilakukan untuk
mengubah struktur tanah supaya menjadi lebih subur, pemupukan pertama dinamakan
pemupukkan dasar, yang dimana dilakukan pada saat pengolahan lahan. Pemupukkan
yang selanjutnya dinamakan pemupukkan susulan, dalam pemupukkan susulan yang
perlu diperhatikan adalah kondisi tanaman dan jenis pupuk yang akan dibutuhkan.
Untuk penjelasan lebih lanjut telah dijelaskan pada bab tiga pada bagian
pemupukkan.
Adapun perhitungan pemupukkan
untuk luas tanah 1 Ha dapat dilihat
dibawah ini :
1.
Urea
= 100/46 x 150 kg = 326,08 kg/ha
2.
ZA
= 100/21 x 150 kg = 714,28 kg/ha
3.
Sp-36
= 100/21 x 150 kg = 277,78 kg/ha
4.
Kcl
= 100/60 x 100 kg = 166,17 kg/ha
5.
Phonskha
= 100/15 x 100 kg = 1000 kg/ha
Adapun pupuk yang
dibutuhkan dalam budidaya padi yang menggunakan luas 2000 m2 adalah sebagai
berikut :
1.
Urea
= 2000m2/10000m2 x 326,08 kg = 65,216 kg
2.
ZA
=2000m2/10000m2 x 277,78 kg = 142,856 kg
3.
SP-36
= 2000m2/10000m2 x 166,17 kg = 55,556 kg
4.
Kcl
=2000m2/10000m2 x 166,17 kg = 33,234 kg
5.
Phonskha
= 2000m2/10000m2 x 1000 kg = 200 kg
Dalam 1 Ha dibutuhkan 8 tenaga laki-laki untuk melakukan pemupukkan tanaman
padi. Sehingga apabila 2 kali pemupukkan berarti ada 16 tenaga laki-laki. Jadi
apabila luas lahan yan digunakan untuk budidaya seluas 2000m2 maka tenaga kerja yang dibutuhkan untuk melakukan Pemupukkan pertama dalam dbudidaya padi sawah ini
butuhkan 2 orang tenaga kerja laki-laki dan pada pemupukkan ke dua juga
dibutuhkan tenaga kerja laki-laki sebanyak 2 orang. Sehingga uang yang
dikeluarkan untuk dua kali pemupukkkan sebanyak 2 x 2 x Rp 75.000 adalah Rp
300.000.
7.
Pengendalian
OPT
OPT berkepanjangan
Organisme Pengganggu Tanaman, dalam melakukan pemberantasan hama dan penyakit
yang menyerang tanaman padi bisa dilakukan dengan menggunakan pestisida organik
ataupun pestisida kimia. Pestisida kimia jika penggunaannya terlalu banyak maka
akan mengakibatkan banyak residu yang berbahaya bagi kesehatan selain itu juga
akan mengakibatkan pencemaran. Sehingga untuk mengendalikan hama dan penyakit
yang menyerang pada tanaman padi bisa dengan menyeimbangkan anatara penggunaan
pestisida kimia dan pestisida organik. Untuk jenis-jenih hama dan penyakit yang
menyerang serta cara pengendaliannya telah dipaparkan pada bab tiga.
Pengendalian OPT disini
dilakukan dengan cara penyemprotan. Dalam 1 Ha dibutuhkan 4 tenaga kerja
laki-laki untuk melakukan pengendalian hama dan penyakit yang menyerang pada
tanaman padi. Sehingga biaya yang dibutuhkan dalam penyemprotan tanaman padi
dengan luas 2000m2 adalah 1 x Rp 75.000
yaitu sebesar Rp 75.000.
8.
Panen
Setelah bertanam padi
dan melakukan perawatan maka disaatnya pemanenan. Untuk teknik pemanenannya
bisa dilakukan secara tradisional dan secara modern. Untuk teknik pemanenan
yang lebih jelas telah dibahas pada bab tiga.
9.
Pasca
Panen
Setelah pemanenan
selesai dilakukan penyimpanan padi kering, atau bisa langsung digiling dan
dijual. Akan tetapi para petani padi kebanyakkan menunggu harga beras naik jika
akan menjual padi-padi yang mereka miliki biasanya dalam bentuk beras.
Dalam penanganan panen
dan pasca dalam budidaya tanaman padi dengan luas 1 Ha dibutuhkan tenaga kerja
sebanyak 12 orang tenaga kerja laki-laki. Jadi apabila petani melakukan
budidaya padi dengan menggunakan luas tanah 2000m2 maka tenaga kerja
laki-lakiyang dibutuhkan dalam penanganan panen dan pasca panen adalah 3 orang
tenaga kerja laki-laki, jadi biaya yang dikeluarkan 3 x Rp 75.000 adalah
225.000.
10. Pengeringan
Dalam melakukan
pengeringan padi dibutuhkan 2 orang tenaga laki-laki sehingga biaya yang
dibutuhkan adalah sebesara 2 x Rp 75.000 adalah Rp 150.000.
C.
Total
Biaya yang dikeluarkan
Dalam budidaya tanaman
padi dengan luas padi 1 Ha dibutuhkan tenaga kerja 115 orang tenaga kerja yang
dimana tenaga perempuan sebanyak 20 orang dan tenaga kerja laki-laki sebanyak
95 orang. Sehingga apabila kita melakukan budidaya tanaman padi dengan luas
2000m2 maka total tenaga kerja yang dibutuhkan adalah sebanyak 23 orang yang
terdiri dari 4 orang tenaga kerja perempuan dan 19 orang tenaga kerja
laki-laki. Jadi biaya yang dibutuhkan sebanyak (4 x Rp 50.000)+ (19 x Rp
75.000) yaitu Rp 200.000 + Rp 1.425.000 = Rp 1.625.000.
BAB V
PENUTUP
Demikian proposal yang dapat disampaikan
mengenai budidaya tanaman padi. Padi merupakan salah satu tanaman pangan yang
dimana menjadi kebutuhan pokok manusia di negara Indonesia, sehingga dengan
adanya proposal budidaya tanaman padi ini mampu memenuhi kebutuhan dan bisa
menjadi negara yang bisa swadaya beras. Semoga negara Indonesia menjadi negara
penghasil padi terbesar di dunia, dan semoga dengan adanya proposal ini diharapkan
ada dukungan dari berbagai pihak.
Tiada gading yang tak retak. Kami
menyadari bahwa masih banyak kekurangan dan kesalahan dalam penulisan proposal
ini. Kami harapkan kritik dan saran dari semua pihak yang telah membaca
proposal ini. Terimakasih kami haturkan kepada semua pihak yang akan membantu terlaksananya
kewirausahaan ini.
DAFTAR PUSTAKA
Siregar, Hadrian.1987. Budidaya Tanaman Padi di Indonesia,
Jakarta : Sastra Hudaya
Subiyakto.1997. Serangga Hama, Penyakit dan Gulma Tanaman Padi, Yogyakarta :
Kanisius
Andoko, Agus.2002. Budidaya Padi Secara Organik, Jakarta : Penebar Swadaya
https://www.academia.edu/8899644/BAB_I_PENDAHULUAN
diakses pada hari Kamis, 26 November 2015 pukul 16.00 di STPP Yogyakarta
mahasiswa stpp magelang
jurluhtan yogyakarta